Thursday 29 March 2012

suami mandiri

disclaimer: artikel ini kutulis dari sudut pandangku sebagai seorang wanita (yang tentunya sangat subyektif), jadi mohon pembaca mengerti dan mengesampingkan isu jenis kelamin atau gender. silakan kalau ada yang mau menulis artikel dengan judul 'istri mandiri', dengan senang hati aku akan membacanya kalau diberitahu link-nya.
__________________________

aku suka mengamati hal-hal ga gitu penting yang terjadi di sekelilingku, menjadi seorang observer tingkah laku manusia sehari-hari. terkadang hal-hal yang aku amati hanya sebatas numpang lewat dalam ingatanku, terkadang ada hal-hal yang lalu membuatku terpekur lama dan berpikir, menelaah, menganalisa dan tak jarang berakhir dengan.... tidak menghasilkan kesimpulan apa-apa :-D *halah...kirain penting!*



namun ada juga hal-hal entah besar atau kecil yang menstimulasi otak kusutku untuk menyimpulkan hal-hal tersebut menjadi 'sesuatu' - tapi yang ini ga ada hubungannya sama 'sesuatu'-nya si syahrini ya ;-)

contohnya satu hal yang belakangan ini berseliweran di otakku adalah kesimpulan baruku mengenai seorang suami. bukan hanya suamiku ya, tapi semua suami-suami di luar sana, termasuk suamimu kalau kamu sudah menikah. kalau belum, yah... kita sebut saja calon suami. 

karena aku terlalu malas melakukan riset atau membaca buku khusus mengenai hal persuamian ini, kesimpulan yang kuambil tentunya juga tidak bisa dijadikan patokan atau menjadi dasar sebuah teori. tidak pula bisa didebat karena sudah kubilang bahwa apa yang kutulis ini hanya hasil utak-atik-otak yang tentu saja banyak sekali batasannya. intinya, just continue reading and don't question anything hehehe...

jadi, ada apa dengan para suami?

berdasarkan pengamatanku yang iseng-iseng tidak berhadiah, aku memutuskan untuk mengkategorikan para suami menjadi 3 kategori. kategori pertama adalah kategori suami anak mami, yang kedua adalah suami mandiri, dan yang terakhir adalah suami  fifty-fifty. mari kita bahas satu-persatu mengapa aku tiba-tiba membuat kategori persuamian ini.

1 - suami anak mami

menurutku, seorang laki-laki yang secara emosional lebih dekat dan terikat dengan ibundanya, dengan beragam sejarah tersendiri yang unik bagi tiap individu sejak masa kecil, pertumbuhan hingga menjelang dewasa, akan selalu merasa bahwa ibunyalah wanita nomor satu di dunia. dengan jalinan ikatan emosional ini, segala keputusan si lelaki ini di sepanjang hidupnya mau tak mau, suka tak suka, sengaja maupun tidak akan dipengaruhi oleh keterikatan tersebut.

sebaliknya dari sisi ibunda, tak jarang banyak sekali para ibu yang memperlakukan anak lelakinya yang meski sudah beranjak dewasa atau bahkan sudah berumah tangga, masih seperti anak lelakinya yang masih kecil. tak hanya dari segi perhatian, tapi juga dari segi pelayanan seorang ibu terhadap anaknya, hingga terkadang bisa disebut si anak jadi seperti terlalu dimanja.

ditambah lagi budaya hidup di indonesia yang masih memandang normal jika dalam satu rumah masih dihuni oleh orang tua dan anak-anaknya meski si anak sudah beranjak dewasa semua. sementara di negara-negara barat, gaya hidup rata-rata penduduknya sangat berbeda. sejak si anak menyelesaikan bangku sekolah menengah, adalah sebuah hal yang 'memalukan' jika mereka masih tinggal di rumah orang tua atau hidupnya masih ditunjang oleh orang tua mereka.

lho, bukannya kalau kuliah juga masih dibiayai? teorinya sih iya. tapi sistem pendidikan di negara-negara maju agak berbeda. aku cerita sedikit tapi agak menyimpang dari tema ya.

idealnya pendidikan adalah hak asasi tiap penduduk, dan adalah kewajiban negara untuk menyediakan pelayanan ini kepada warganya. contohnya di inggris, negara menyediakan sekolah gratis sampai umur 18, meski banyak juga tersedia sekolah swasta yang membayar mahal bagi mereka yang tidak mau anaknya sekolah gratis di sekolah-sekolah negeri milik pemerintah.

setelah itu keputusan untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi tergantung dari kemampuan akademik si anak, dan juga kesanggupannya untuk membayar. beda dengan negara-negara di eropa barat yang rata-rata penyediaan dana pendidikan oleh negara sampai ke perguruan tinggi, jadi kuliah memang gratis, di inggris kuliah masih harus membayar. tapi pemerintah juga tidak tinggal diam dalam upayanya membantu warganya untuk memperoleh pendidikan tinggi. 

tersedia student loan, atau bantuan dana tanpa bunga dari pemerintah bagi mahasiswa yang orang tuanya tidak bisa membayar uang kuliah anaknya. si anak nantinya berkewajiban membayar pinjaman ini jika sudah bekerja dengan gaji melebihi angka nominal tertentu, dan pembayaran akan dipotong oleh pemerintah secara otomatis tiap bulannya. dengan adanya fasilitas ini, praktis para orang tua di inggris  seharusnya tidak perlu pusing soal pendidikan anak-anaknya. 

sampai sma tak perlu biaya, kuliah juga si anak bisa bayar sendiri kalau sudah bekerja nantinya. oleh karena itulah, budaya hidup di sini mengharuskan anak-anak untuk mandiri begitu selesai sma. yang kuliah akan memulai perkuliahan dengan biaya sendiri pinjaman pemerintah, yang memilih untuk tidak kuliah akan bekerja dan pindah keluar rumah dan tinggal di kos-kosan atau menyewa apartemen sendiri.

di indonesia kondisinya tentu beda. sistem pendidikan beda, budaya hidup dan tingkat kemandirian anak juga beda. begitu besar biaya yang harus dikeluarkan oleh orang tua untuk anak-anaknya sejak mulai sekolah tk hingga perguruan tinggi. 'hutang' yang tak pernah terbayar inipun terkadang masih terus diberikan hingga sang anak berumah tangga. tak jarang setelah si anak menikah pun, masih ada saja yang tetap tinggal serumah dengan orang tuanya, bahkan sampai ketika mempunyai cucu.

kembali ke laptop! eh, ke tema...

begitu terikat dan tergantungnya sang anak dengan orangtuanya, jika itu anak laki-laki tak jarang banyak yang akhirnya menikah, tapi menjadi suami anak mami. yang kasihan tentu istrinya. bagaimana tidak, terkadang sang istri menjadi wanita kedua setelah maminya. tak jarang suami lebih mendengar omongan maminya daripada pendapat istrinya, dan masih banyak lagi contoh-contoh yang lain.

ketika akhirnya suami tipe ini berhasil melepaskan diri dari 'dekapan' sang mami tercinta dan pindah ke rumah sendiri sekalipun, sifat anak maminya masih akan terus merugikan pihak istri. tak jarang si istrilah yang harus menggantikan peran si mami dalam hal 'memanjakan'. alih-alih si istri yang dimanja, tuntutan pemenuhan kebutuhan emosional sang suami yang bertipe anak mami terkadang lebih dominan mewarnai kehidupan rumah tangga mereka. kalau si istri cukup sabar dan pasrah, biasanya hubungan seperti ini bisa saja bertahan lama. bagi yang tidak cukup sabar, ya kandas di tengah jalan.

kemandirian suami tipe ini juga patut dipertanyakan. sejak hidup dan besar di rumah orang tuanya, si anak ini biasanya jarang melakukan segala sesuatunya sendiri. lebih-lebih kalau ia memang sama sekali belum pernah tinggal terpisah dari orang tuanya, belum pernah kos sendiri atau tinggal di kota/negara lain. si mamilah yang selalu menyiapkan segala keperluannya. 

begitu mempunyai istri dan terpaksa tinggal jauh dari sang mami, si istrilah yang mau tak mau mengambil alih peran itu. menyiapkan segala keperluan sang suami. jika ada asisten rumah tangga, tetap saja si istri yang harus mengkoordinasikan apa-apa keperluan sang suami yang perlu dipersiapkan oleh sang asisten. kalian boleh saja protes, *kan memang itu tugas seorang istri?*

helloooo ini abad 21 bung, jadi maaf ya aku tidak sependapat!

bagiku, kalau suami bisa cari nafkah, kenapa istri tidak? kalau istri bisa masak, cuci piring, cuci baju, setrika, ngepel, bersih-bersih rumah, kenapa suami tidak? kalau suami bisa selingkuh di luar rumah dengan alasan-alasan klise, kenapa istri tidak? #eh ini mah contoh ekstrim yak, jangan ditiru!! *tiarap*

jadi bagi yang masih jomblo, single tapi punya pacar, sudah tunangan dan baru mau menikah, coba perhatikan baik-baik apakah gebetan, calon atau tunangannya punya kecenderungan anak mami. mungkin karena saat ini masih tahap penjajakan, gejala ini belum terlalu kelihatan ya. tapi kalau sudah terlanjur sehidup semati dan sudah siap lahir batin untuk menggantikan 'posisi' mami-nya di kehidupan dia seterusnya sampai akhir hayatnya nanti sih, ya ga papa :-) selamat menikmati....

2 - suami mandiri

tipe suami ini ciri-cirinya berkebalikan 180 derajat dengan tipe suami anak mami di atas. jika seorang anak laki-laki sudah terbiasa mandiri sejak kecil, yang bisa jadi karena tempaan hidup di masa lalunya yang mengharuskan ia harus melewati masa-masa sulit sehingga mau tak mau harus melakukan segala sesuatunya sendiri, akhirnya ia akan tumbuh menjadi pribadi yang sangat berpengalaman dalam mengarungi pahit manis kehidupan, berprinsip kuat, mandiri dan tidak manja.

salah satu tempaan hidup yang umumnya dilalui seorang anak sebelum beranjak dewasa yang paling umum adalah dengan hidup terpisah dari orang tuanya. ketika seseorang tak lagi mengandalkan keberadaan orang lain di sekitarnya untuk melakukan sesuatu hingga ia harus melakukannya sendiri, seperti hal-hal kecil sehari-hari contohnya urusan rumah dari menyapu, mengepel, masak, belanja, cuci piring, cuci baju, setrika, dll, maka tahapan itu bisa menjadi awalan sebuah kemandirian. *halah sok berteori*

pengalaman hidup mandiri inilah yang akhirnya akan banyak menguntungkan ketika ia memasuki kehidupan berumah tangga bersama sang istri tercinta. ketidak-kagokannya akan hal-hal yang berbau pekerjaan rumah tangga, akan sangat membantu keduanya membereskan urusan remeh temeh di rumah, yang tak jarang acap kali menjadi sumber pertengkaran bagi pasangan yang suaminya berlagak ala bos besar dan tak mau menyentuh pekerjaan rumahan sama sekali. kalau bisa bayar asisten rumah tangga 5 orang sih ga papa :-)

lagi-lagi, mungkin akan ada yang protes begini: "ya kan kesian suaminya buat apa punya istri kalau apa-apa musti dikerjakan sendiri?"

buat apa? kau bilang buat apa? *bertanduk*

punya istri itu untuk dihormati, bung! untuk dimanja! disayang! dijadikan teman, sahabat, dewi pelindung, pemerhati, tempat curahan perasaan suka dan duka! bukan buat dijadikan asisten rumah tangga! *merdeka! hehehe* - awas bambu runcing siap!

suami mandiri di sini bukan berarti lantas suaminya yang jadi (maaf) babu lho ya. mandiri artinya tidak bergantung. misalnya apa-apa sedikit, harus si istri yang melayani, membuatkan, menyiapkan, menyeduhkan, memasakkan, meladeni dll. lha terus kalau apa-apa harus si sitri yang ngerjain, lalu si istri siapa donk yang gantian melayani? lebih parahnya, kalau istri pas tidak ada, terlantar-lah dia! mati busuk! masak saja ga bisa misalnya hehe. *ini contoh ekstrim lagi ya, jangan ditiru!*

jadi beruntunglah para istri di luar sana yang mempunyai suami tipe mandiri ini. sampai mungkin kadang-kadang si istri jadi merasa tidak dibutuhkan saking mandirinya si suami hingga ia tak pernah perlu bantuan apapun dari si istri dalam kehidupan rumah tangga sehari-hari. ga enak juga ya kayaknya, kalau begini? hihihi... sepertinya kondisi idealnya tentu kalau ada suami tipe nomor 3 ini, yaitu suami fifty-fifty.

3 - suami fifty-fifty

tak banyak lagi yang bisa dibahas dari suami tipe ini. karena contoh-contoh ekstrim sudah kujabarkan di atas dari tipe yang paling useless (tak berguna, hehe) yaitu tipe anak mami, sampai tipe yang paling mandiri, maka suami tipe fifty-fifty ini ada di tengah-tengah. dan tipe ini bisa juga disebut tipe ideal. berdoalah yang masih jomblo supaya ketemu dengan suami-suami bertipe seperti ini.

karena kemandiriannya tapi juga masih adanya perasaan manja dan membutuhkan, maka perpaduan keduanya akan melahirkan keseimbangan di dalam kehidupan berumah tangga. dalam beberapa hal, suami tipe ini tentu dengan sigap dan cekatan akan membereskan segala sesuatunya sendiri, sementara di sisi lain si istri tentunya selain merasa dihormati, disanjung dan dimanja, juga merasa dibutuhkan untuk tetap melayani dia pada saat yang sama. dengan tata cara pengelolaan urusan kerumahtanggaan yang baik, maka kehidupan rumah tangga wanita yang bersuamikan tipe fifty-fifty pun cenderung lebih harmonis dan bahagia.

kalau suamiku, kira-kira termasuk tipe yang mana ya? ada yang bisa nebak?




.:kalau kamu suka artikel di atas, mungkin kamu suka ini juga:.

9 comments:

  1. ya kalau ini susah commentnya.. menurut saya nih berdasarkan pengalaman, supaya tidak ada suami anak mami dan lain lain. Tinggal jauh jauh dari orang tua jika sudah menikah. Jadi bisa hidup sendiri pasti deh ga bakal ada kalimat itu...

    ReplyDelete
    Replies
    1. kalau tinggal jauhnya setelah menikah sudah telat mas... jatuhnya ya manja2 jg, si istri yg repot hehehe.. latihan mandirinya teorinya sih justru pas masih bujang :-)

      Delete
  2. koyoke mas Mamat yang fifty-fifty mbak *milihin yang bagus* haha
    bener gak? secara...udah punya rumah dewe, tapi yo romantis juga *sotoy*

    ReplyDelete
  3. Waduuuh Rin, ada-ada aja topikmu, tapi seru ini...bagus banget dibahas...berbakat jadi pengamat..

    Klo aq milih suami yang 50-50 aja deh,,pas racikannya nihh...masalahnya ada ga tuh?? wkwkwkwk....trus paling engga mukanya yang kaya Bae Soo Bin atau JaeJoong tapi bodynya kayak YooChun...*ngimpikanboleh >>googling aja klo mau tau mukanya..hehehe

    Btw pasang sidebar google follower dunk jadi aq bisa ikutin. Juga pembaca yang lain jadi mudah ikutin blog qm..

    ReplyDelete
    Replies
    1. hihi makasih :-) whoaaa idolanya koreaaa hahaha, eh dulu aku pernah jg dink pas kerja di samsung suka kesengsem sama si mata sipit hahaha google follower yg kaya gimana mbak, maklum ni blogger amatiran ilmunya cetek bgt wuehehehehe

      Delete
    2. wueh, kayaknya udah pasang deh sidebar google followernya, yang kutaruh di bawah ini bukan, setelah bendera visitors?

      Delete
  4. Iyap, aq juga baru ngeh, jangan di bawah donk..ngga keliatan..hehehehe...

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya dehhh dipindahhhh apa kata nyonyah lah hahaha

      Delete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...