halo-halo
kita jumpa lagi π
masih melanjutkan topik soal hutang dan kredit dari tulisan sebelum ini, tapi kali ini yuk kita ngebahas tentang kredit perumahan rakyat atau biasa disingkat dengan kpr. di inggris sini namanya mortgage! ini kayaknya tulisan terniat deh, sampe pake itung-itungan dan grafik segala π
secara definisi kata, ini menurut mbah gugel.
kpr adalah fasilitas kredit yang diberikan oleh perbankan kepada nasabah perorangan untuk membeli atau memperbaiki rumah. kpr juga kerap disebut sebagai cicilan rumah. ada dua jenis kpr yang tersedia, yaitu kpr subsidi dan kpr non-subsidi. kpr subsidi memiliki bunga yang lebih rendah dan syarat yang lebih mudah dibandingkan dengan kpr non-subsidi.
oke, sebelum kita bahas lebih jauh, sebelumnya woro-woro dulu alias peringatan kalau dalam pembahasan di tulisan ini, latar belakangnya adalah kredit yang berbunga ya.
jadi khusus buat kalian para pembaca budiman yang termasuk jamaah penganut anti-riba, silakan nyari bahan bacaan lain. karena ini bukan tulisan untuk didebat riba vs anti-riba nya. dengan kata lain, tulisan ini akan membahas kpr yang kebanyakan memang masuk kategori berbunga alias riba. karena aku engga punya pengalaman mengenai kpr syariah, ya aku ngga akan ikutkan dalam pembahasan kali ini.
ilustrasi rumah kpr |
lanjut?
rata-rata kpr memang berbunga. dan bunga ini besar kecilnya tergantung kesepakatan awal berapa % dari pinjaman pokok. ada kpr yang sistemnya dengan cicilan bulanan yang mencakup pembayaran hutang pokok dan bunganya, ada pula sistem kpr yang beda lagi cara ngitungnya. untuk lebih jelasnya, aku nemu nih tulisan dari kompas yang membahas perhitungan 3 tipe perbedaan perhitungan cicilan pinjaman pokok dan bunga kpr, yaitu bunga flat, punya efektif, dan bunga anuitas.
klik tautannya di sini ya.
untuk keperluan pembahasan di blog ini, kukopas saja itung-itungan ketiga sistem bunga yang berbeda-beda, tapi angkanya kumodif menjadi sama semua hutang pokoknya semuanya 120 juta dan persentase bunganya semuanya 11% supaya bagian perhitungan bisa dibandingkan di antara ketiga bentuk sistem perbungaan ini.
***
bunga kpr
1) bunga flat
pinjaman Rp 120.000.000 dengan tenor 10 tahun, bunga per tahun sebesar 11 persen flat, dengan asumsi suku bunga kredit tidak berubah (tetap) selama jangka waktu kredit, maka perhitungan angsurannya sebagai berikut:
bunga = (120.000.000 x 11/100) : 120 = Rp 110.000
cicilan pokok = Rp 120.000.000 : 120 = Rp 1.000.000
jadi, angsuran per bulan adalah Rp 1.000.000 + Rp 110.000 = Rp 1.110.000.
di akhir masa periode 10 tahun, jumlah pembayaran = Rp 1.110.000 x 10 x 12 = Rp 133.200.000 yang terbagi menjadi Rp 120.000.000 untuk bayar pinjaman pokok dan sisanya Rp 13.200.000 untuk bunganya.
2) bunga efektif
pinjaman Rp 120.000.000 dengan bunga 11 persen setiap tahun dengan tenor 10 tahun.
bulan ke-1 bunga = 120.000.000 x 11/100 : 12 = Rp 1.100.000
angsuran pokok = 120.000.000 : 120 = Rp 1.000.000
total angsuran di bulan ke-1 adalah sebesar Rp 2.100.000
bulan ke-2 sisa pembayaran = Rp 120.000.000 - 2.100.000 = Rp 119.000.000
bulan ke-2 bunga: Rp 119.000.000 x 11/100 : 12 = Rp 991.667
total angsuran bulan ke-2 sebesar Rp 1.000.000 + Rp 991.667 = Rp 1.991.667
hitungan tersebut terus berlanjut hingga jumlah pokok lunas pada periode waktu 10 tahun.
di akhir masa periode 10 tahun, jumlah pembayaran total Rp 180.600.000 yang terbagi menjadi Rp 120.000.000 untuk bayar pinjaman pokok dan sisanya Rp 60.600.000 untuk bunganya.
3) bunga anuitas
pinjaman Rp 120.000.000 dengan tenor 10 tahun dan suku bunga 11 persen per tahun.
total angsuran per bulan flat adalah:
Rp 120.000.000 x (11 persen/12) : (1-(1+(1/12) 10 ) = Rp 1.653.000.
angsuran bunga setiap bulan:
bulan ke-1: Rp 120.000.000 x 11 persen : 12 = Rp 1.100.000
bulan ke-2: Rp 119.446.999 x 11 persen : 12 = Rp 1.094.930
bulan ke-3: Rp 118.888.930 x 11 persen : 12 = Rp 1.089.815
angsuran pokok tiap bulan:
pokok bulan ke-1: Rp 1.653.000 - Rp 1.100.000 = Rp 553.000
pokok bulan ke-2: Rp 1.653.000 - Rp 1.094.930 = Rp 558.069
pokok bulan ke-3: Rp 1.653.000 - Rp 1.089.815 = Rp 563.185
perhitungan tersebut berlanjut setiap bulan hingga masa tenor 10 tahun pembayaran selesai.
di akhir masa periode 10 tahun, jumlah pembayaran total Rp 198.360.000 yang terbagi menjadi Rp 120.000.000 untuk bayar pinjaman pokok dan sisanya Rp 78.360.000 untuk bunganya.
***
versi grafik
gimana? udah pusing belum? π
daripada pusing, ini kubikinin versi grafiknya untuk bisa membandingkan ketiga perhitungan bunga kpr di atas, jika dilihat secara grafis visual. sengaja angka di kedua sumbunya kubuat persis sama supaya bisa dibandingkan dengan cepat.
di bawah tiap grafik aku kasih potongan itung-itungan yang kubuat di excel spreadsheet darimana angka-angka di grafik tesrebut berasal. karena periode 10 tahun atau 120 bulan itu cukup panjang tabelnya, jadi kupotong saja di 6 bulan pertama dan 6 bulan terakhir ya. kolom angka untuk bulan ke-7 sampe bulan ke-114 aku umpetin saja.
grafik bunga flat |
detil angka hitungan pembayaran bunga flat bulan 1 - 120 |
grafik bunga efektif |
detil angka hitungan pembayaran bunga efektif bulan 1 - 120 |
grafik bunga anuitas |
detil angka hitungan pembayaran bunga anuitas bulan 1 - 120 |
***
kesimpulan
kita bandingkan secara untung rugi saja kalau begitu ya. ini aku buatkan tabel untuk ketiga rumus di atas jadi biar kelihatan angka keseluruhan dengan lebih jelas. dan aku juga kasih kesimpulan di bagian bawah, menurut pendapatku pribadi karena sejujurnya pengalamanku di dunia kpr ya sebatas kpr yang kupunya di inggris sini. selama hidup di indonesia dulu aku tuh ngga pernah punya rumah sendiri jadi ngga pernah punya kpr. aku juga bukan pegawai bank jadi kesimpulannya kubuat berdasarkan logika saja ya, biar gampang π
analisa dan kesimpulan ala aku |
oper kredit
masalahnya, si pemilik pertama ini rata-rata yang kupahami di indonesia ya, akan berusaha ngejual rumah ini dengan harga bukan 120 juta, tapi seharga 120 juta + 45,350,000, jadi di akhir tahun kelima rumah seharga 120 juta itu udah naik ekuitasnya menjadi 165,350,000!
karena pemilik pertama merasa dia sudah keluar uang sebanyak itu dan mau uangnya kembali utuh. sementara pemilik kedua, pada akhirnya kudu mbayar rumah seharga 120 juta dengan tambahan separo jumlah bunga di 5 tahun pertama dan masih kudu mbayar sisa bunga di 5 tahun berikutnya. walhasil, pemilik kedua ini akan membayar seluruh bunga selama 10 tahun tempo, ditambah harga rumah awal. repot kan? mending beli rumah baru dari awal daripada oper kredit tapi rugi selama 5 tahun ngebayarin bunga rumah yang ditinggali orang lain!
apakah karena ini sebabnya yang bikin harga rumah di indonesia melambung tinggi dan hampir-hampir ngga terjangkau oleh orang awam, karena bunga-bunga bank ditambah bebankan ke nilai ekuitas properti ya? π
jangan mau oper kredit kalau begitu! π
***
bunga = sewa
sebuah rumah yang dibeli dengan harga 120 juta, di akhir tahun ke-10, memang mungkin harga rumah akan naik engga lagi di 120 juta. tapi, perhitungannya engga lantas jadi 198,360,000 karena itu total pembayaran yang kita berikan ke bank selama 10 tahun untuk menutup pokok pinjaman sebesar 120 juta dan sisanya 78,360,000 untuk membayar bunganya. jadi, harga rumah per tahun itu harusnya nilainya terpisah dari total pembayaran. karena bisa saja harga pasaran rumahnya turun atau naik.
misalnya pasaran harga rumahnya karena di lokasi strategis naik tajam, ada yang nawar 300 juta. berarti nilai rumahnya dalam tempo 10 tahun itu naik dari 120 juta ke 300 juta. kenaikan ini kalau di inggris sini disebut positive equity, atau ekuitasnya positif. nilai ekuitasnya diitung dari 120 jt ke 300 jt, bukan dari 198 jt ke 300 jt.
sebaliknya misalnya turun setelah dihuni 10 tahun ya, pas sudah lunas tapi mau dijual bisa saja harganya cuma laku di kisaran 100 juta karena banyak faktor. padahal mbayar ke banknya habis hampir 198 juta (120 jt + bunga). bisa saja kan. ini disebut negative equity atau ekuitas negatif. jadi kerugiannya diitungnya dari 120 jt ke 100 jt alias rugi 20 jt saja, meski sebenernya total ruginya 20 jt + 78 jt buat bayar bunga.
tapi rumus resminya, itung-itungannya seharusnya bunga ngga diikutkan untuk ngitung ekuitas properti. cuma di indonesia ternyata ini tetap dilakukan dan sudah menjadi kebiasaan umum. nah, di sinilah yang kadang bikin ruwet π
lha kalau ngitung ekuitas bunganya ngga diikutkan, terus bunganya dikemanain donk? kalau di inggris sini, patokannya begini nih:
mortgage interest does not count towards your equity. think of the interest you pay as being the fee for taking out the mortgage loan itself. equity only relates to the value of your home.
bedanya dengan di indonesia yang pemilik properti selalu menyampuradukkan dengan penambahan bunga ke ekuitas properti, jadi harga properti jadi membubung tinggi semena-mena ngga terkontrol, nilai properti di inggris sini lebih jelas dan terkontrol.
dan jarang ada orang oper kredit. biasanya kalau ngga bisa bayar cicilan kpr ya rumahnya dijual aja. laku berapanya itu diserahkan ke harga pasaran dan tinggi rendahnya peminat. nah begitu dijual dan laku, selakunya berapapun, kpr-nya kan bisa dilunasi lalu sisanya baru dipakai untuk beli rumah lainnya mungkin yang lebih murah kalau memang masalahnya di kemampuan nyicil yang menurun.
jadi di sini engga ada urusan dengan nambahin bunga yang udah kita bayar ke bank, ke harga rumah kita. lagian harga itu yang nentuin bukan kita sendiri, tapi dianalisa dan diprediksi sama agen properti. karena kalau harga ketinggian engga laku-laku, atau lakunya lama, kalau kerendahan laku cepat tapi rugi. jadi harus dicari harga yang pas.
seperti patokan di atas, orang sini mikirnya mbayar bunga ke bank itu semacam kayak mbayar harga sewa rumah ke bank gitu, karena memang properti yang kita beli lewat kpr itu kan sebenernya belum sepenuhnya milik kita. sama saja dengan kalau nyewa rumah dan bayar ke si pemilik rumah, duit yang kita bayar buat bunga bank tiap bulan itu ya itung-itungannya kayak bayar sewa dan dianggap sebagai duit ilang atau konsumtif alias kebutuhan hidup.
cuma jumlah yang bayar ke hutang pokoknya saja yang bisa disebut investasi.
sama kayak kalau masih sewa rumah ke orang lain, kan ilang tuh duitnya tiap bulan dikasih ke pemilik rumahnya sebagai biaya sewa. jadi bayar bunga kpr itu ya anggap saja buat bayar sewa rumah istilahnya. gitu aja sih mikirnya.
memang mbayar bunga di awal dengan sistem anuitas itu sangat mahal dan besar. makanya sebisa mungkin ambil kpr itu dipastikan sesuai dengan kemampuan nyicil kita, jadi ngga sampe kena kredit macet dan bayaran lancar terus tiap bulan. lama-lama karena jumlah cicilan bunga makin mengecil, dan pelunasan pokok hutang makin gede, jadi makin ke sini makin terasa enteng bayar sewanya.
***
sewa rumah
kalau di inggris sini bisa seperti itu sistemnya mungkin karena justru harga sewa rumah di sini bisa lebih mahal dari harga bunga bank sih.
sebisa mungkin orang kudu punya rumah sendiri karena sewa rumah itu malah jatuhnya bisa lebih mahal dibanding bayar bunga kpr. tapi masalah utama di sini bagi yang ngga bisa punya rumah sendiri tentu adalah karena mereka ngga kuat bayar uang muka yang lumayan besar jumlahnya dan ngga sanggup bayar pokok hutang. jadi meski bayar bunga kpr lebih murah, mereka terpaksa masih nyewa dan bayar lebih mahal meski itu buang duit. serba salah ya.
masalahnya, orang hidup itu pasti butuh tempat tinggal kecuali mau jadi gelandangan.
rumah seharga 120 juta sewanya sebulan apakah bisa laku 1,1 juta karena bunganya segitu? kecil banget lho ini rumah sangat sederhana sekali ya harga segini, dan mungkin di luar jawa π kayaknya memang kemahalan sih ya. bisa jadi itu rumah cuma laku disewakan 300 atau 400 ribu sebulan. sementara di inggris, harga sewa rumah kebanyakan di atas harga bunga kpr.
makanya mungkin orang indonesia jadi mikir bunganya kudu balik kalau mau oper kreditπ bisa jadi begitu. bener ngga sih? #malah_nanya
dah lah, malah aku sekarang yang pusing π