Friday 2 March 2012

rupiah mentality

2006
£1 = Rp 18,000

2012
£1 = Rp 14,000
_______________________

di indonesia 2006
bakso 1 mangkuk = Rp 2,000
di indonesia 2012
bakso 1 mangkuk = Rp 10,000 (bener ga?)
_______________________

di inggris 2009
parkir mobil 1 jam £2 = Rp 28,000
bensin 1 liter £1.4 = Rp 20,000

di indonesia 2009
parkir mobil 1 jam Rp 3,000
bensin 1 liter Rp 5,500

daftar perbandingan harga-harga di atas bisa lebih panjang lagi kalau mau dituruti. kenapa tiba-tiba aku nulis angka-angka ga jelas ini?

ceritanya nih, aku pengin cerita... :-D *mulai deh, mbulet*

beda negara, beda mata uang, beda pendapatan per kapita. yang belum tahu apa itu pendapatan per kapita, silakan cari di wikipedia (males euy jelasinnya, nanti malah melenceng kemana-mana ceritanya). *fokus fokus*

indonesia adalah termasuk negara dengan pendapatan per kapita yang cukup rendah. daftar pendapatan per kapita negara-negara di dunia selengkapnya bisa dilihat di sini. indonesia tercantum mempunyai gdp $4,657, sedangkan inggris $35,645. angka ini tentu ada maknanya. yang sayangnya aku tak bisa menjelaskannya dari sudut pandang ilmu ekonomi. dasarnya otakku kurang nyampe kalau omong soal ekonomi, atau memang aku dasarnya o'on kalau disuruh mikir hal yang satu ini. *ngeles boleh donk*

yang aku paham, lima negara ini berada di ranking 5 paling atas:
  • qatar 103,275
  • luxembourg 83,437
  • singapore 59,123
  • norway 53,738
  • brunei darussalam 49,719
inggris berada di ranking 23, tetangga kita malaysia ada di nomor 57 ($15,384), dan negara tercinta kita indonesia ada di ranking 118 dari total 178 negara :-)

sebagai orang indonesia yang ga begitu paham ilmu ekonomi tapi dengan suksesnya terdampar di inggris, aku pernah terkena penyakit yang kusebut penyakit rupiah mentality. *ngawur dikit ga papa kan*

untungnya pada waktu itu aku segera disadarkan oleh seorang temanku yang warga negara inggris asli, mengenai salah konsep di otakku ini. kalau tidak, akibatnya bisa sangat fatal karena penyakit ini bisa berimbas pada hal-hal lain dalam hidup dan mempunyai efek samping jangka panjang yang sangat membahayakan, saudara-saudara! *opo sih malah kampanye!*

jadi ceritanya waktu itu tahun 2007 selepas kuliah di inggris, aku harus cari kerja (kalau ga ya ga bisa makan!). pikirku, kalau dapat sukur, kalau ga dapat-dapat dan tabungan menipis, ya siap-siap pulang kampung lah, nyangkul di sawah :-p

tapi mau kerja apa dan di mana? meski aku punya pengalaman kerja di indonesia sebelumnya, tapi aku masih ragu apakah pengalaman itu bisa dipakai di negara maju atau tidak. selain itu aku juga agak minder karena belum pernah bekerja di luar negeri sebelumnya. yang paling parah, bahasa inggrisku pun masih grothal-grathul (bs jawa, = tidak fasih - red). belum lagi kalau ditanya minta gaji berapa, aku juga sama sekali tidak tahu harus menjawab angka berapa.

yang aku tahu, teman sekelasku begitu lulus langsung memperoleh pekerjaan dengan gaji £1,100 sebulan. dan dia termasuk salah satu dari lulusan terbaik di programku. aku sendiri? satu dari yang terbaik tapi dari urutan paling belakang :-D *jujur ini, ndak bo'ong*

beasiswa yang kami peroleh selama 2 tahun sebelumnya, nilainya berkisar kurang lebih £500-an sebulan. itu untuk biaya akomodasi, makan, beli buku, dan lain-lain. cukup sih, pas-pasan lah untuk ukuran mahasiswa. meski sebenarnya untuk ongkos pulang pergi dari eropa ke negara asal, visa dan tetek bengeknya, serta ongkos jalan-jalan masih ada lagi dan dibayarkan terpisah :-)

yang pasti £500 menurutku adalah jumlah yang cukup banyak waktu itu. coba saja dikalkulasi ke rupiah. dengan kurs 18,000 waktu itu, tiap bulan aku terima 9 juta rupiah untuk biaya hidup saja. apa ga keren coba. biaya-biaya yang lain seperti uang kuliah, ada lagi sendiri. hingga waktu itu dengan uang yang kuterima tiap bulan sebesar itu, aku sudah merasa 'kaya'. bagaimana tidak. gaji terakhirku di indonesia setelah kerja selama 5 tahun saja tidak sebesar itu, hanya separonya.*jujur juga ini, ndak bo'ong*

karena itulah aku lalu berpikir kalau aku bisa memperoleh pekerjaan dengan gaji £500 sebulan, aku akan baik-baik saja. dan sepertinya memang tak mungkin aku akan memperoleh pekerjaan dengan gaji sebesar gaji temanku yang pintar tadi, apalagi lebih dari itu. wuih bisa jadi konglomerat dadakan aku :-p

tapi pemikiran inilah ternyata yang sempat menyesatkan aku selama beberapa waktu ketika aku mulai mencari-cari lowongan kerja. pemikiran inilah yang akhirnya kusebut sebagai penyakit rupiah mentality tadi. gejala penyakit ini adalah, setiap kali kita berpikir mengenai uang, otak kita cenderung apa-apa diukur dengan mata uang rupiah.

waktu itu aku lupa. bahwa aku lulusan program s2 dan ijasahku setara dengan para lulusan s2 lainnya, tak peduli mereka berkewarganegaraan apa. aku lupa, bahwa hidup di inggris pengeluaran akan selalu lebih besar daripada hidup di indonesia meski hanya untuk hal-hal yang sangat sepele seperti harga bensin dan tarif parkir seperti aku contohkan di atas. aku lupa, pendapatan per kapita negeriku sangat jauh lebih kecil dibandingkan dengan pendapatan per kapita di sini. karena otakku selalu mengukur angka-angka itu dalam mata uang rupiah!

sebelum penyakit ini bertambah akut, aku disadarkan bahwa aku harus mencari jenis pekerjaan yang membutuhkan keahlian ijasah s2-ku. bukan hanya kerja paruh waktu serabutan yang hanya menghasilkan gaji untuk sekedar bertahan hidup saja. aku harus mencari pekerjaan yang bisa menerima pengalaman kerjaku di indonesia dulu, dan menghargainya setara dengan jika si pelamar adalah orang inggris asli. intinya, aku harus menyejajarkan diri dan tak minder dengan kewarganegaraanku. dan yang paling penting, aku harus merubah cara otakku berpikir mengenai uang, dari rupiah ke pounsterling. dan ini ternyata yang paling susah. 

otakku masih berpikir, gaji £500 sebulan itu setara 9 juta. gaji temanku £1,100 sebulan itu setara dengan 19juta 800ribu saudara-saudara! padahal ia diterima tanpa pengalaman kerja sebelumnya. kalau dengan pengalaman kerja dan ijasah yang sama harusnya lebih dari itu kan? tapi aku mulai pusing memikirkan betapa banyaknya angka nol di belakang nominal gajiku nanti! wuih... konglomerat dadakan :-D #eng ing eng

tapi lagi-lagi aku lupa dan tanpa sadar terseret virus rupiah mentality.

padahal biaya dan standar hidup di inggris sangat beda dan jauh di atas biaya hidup rata-rata di indonesia. kalau mau hidup layak dan setara kesejahteraannya dengan orang lokal atau inggris asli, aku harus memaksa otakku berpikir dengan standar poundsterling, bukannya rupiah. lalu setelah itu aku harus menemukan jenis pekerjaan yang bergaji setara dengan orang inggris yang berpengalaman kerja seperti aku dan berijasah s2. awalnya sangat sulit menerima kenyataan bahwa jenis pekerjaan itu memang ada dan banyak dibutuhkan. tapi lagi-lagi aku ragu, apakah aku pantas dan mampu mendapatkan pekerjaan itu, lalu bekerja selayaknya orang-orang asli di sini? apakah aku juga pantas digaji sebesar itu?

pelan-pelan aku mulai berhitung. *nah, kalo ini aku baru berani adu ilmu matematika daripada ilmu ekonomi, gini-gini semasa sekolah selalu nomer satu kalau pelajaran hitung-menghitung*

skenario 1:
misalnya aku kerja serabutan, dan memperoleh £500 sebulan. uang ini akan terpakai untuk:
£300 bayar sewa kamar kos
£100 makan
£100 dan lain-lain (bayar hape, beli baju, sepatu...)
nabung? nol!

skenario 2:
misalnya aku bisa dapat pekerjaan yang lebih terhormat, punya kantor dan digaji sebesar gaji temanku yang paling pintar £1,100. uang ini akan terpakai untuk:
£300 bayar sewa kamar kos
£100 makan, £50 makan enak :-)
£100 dan lain-lain (bayar hape, beli baju, sepatu...)
£100 jalan-jalan di akhir pekan, mengunjungi tempat-tempat wisata atau teman di kota lain (asal tau saja, tiket kereta dari london ke skotlandia pulang-pergi bisa lebih dari £100! belum makan di jalan dll)
£100 foya-foya (nonton bioskop dll)
£350 sisa untuk ditabung!

skenario 3:
kalau aku bisa mendapatkan pekerjaan yang layak sesuai ijasahku, ditambah pengalaman kerjaku, aku mungkin (masih 'mungkin' lho ini...) bisa mendapatkan gaji dua kali lipat dari gaji temanku! lowongan kerja untuk keahlianku memang rata-rata dihargai segitu, terutama oleh perusahaan-perusahaan besar atau ternama. apa ga hebat itu. dan kalau aku tetap hidup dengan sederhana seperti halnya aku hidup sewaktu masih mahasiswa dengan uang bulanan £500, bayangkan betapa banyak uang yang bisa kutabung setiap bulannya!

atau kalau tidak mau sekikir itu (gaji lumayan koq hidupnya ngirit, apa kata duniaaaa #eaaa :-p), aku nantinya bisa menaikkan taraf kesejahteraan hidupku misalnya dengan mencari tempat kos yang agak besar dan berkamar mandi dalam (en-suite), makan lebih enak dan sehat (jangan lupa di sini makanan sehat lebih mahal harganya dibandingkan junk food), jalan-jalan keluar negeri, dll.

bermodalkan pemikiran baru ini, dan pelan-pelan masih terus berusaha mengikis penyakit rupiah mentality-ku, keyakinanku pun bertambah.

meski pada akhirnya aku tidak berhasil memperoleh pekerjaan seperti yang aku khayalkan di skenario nomor 3, pekerjaan pertamaku bergaji lumayan untuk ukuran orang asli inggris, meski sebenarnya mereka hanya membutuhkan lulusan diploma3 atau s1 saja. mereka menerimaku karena pengalaman kerjaku dirasa mencukupi dan mampu memangku jabatan yang ditawarkan. yang paling penting, aku puas karena angka gaji pokokku melampaui gaji temanku yang paling pintar itu, belum termasuk lemburan. *nyengir kuda*

ambisiku selanjutnya tentunya mencoba mendapatkan pekerjaan lain yang benar-benar memperhitungkan latar belakang pendidikanku. doaku ter-amin-i ketika aku kemudian memperoleh pekerjaan itu (di kantorku yang sekarang). meski tak banyak beda dalam pendapatan karena kalau dulu aku lembur dibayar tapi di kantor sekarang tidak, aku berhasil membuktikan pada diriku sendiri bahwa aku berhasil sembuh total dari penyakit lamaku, rupiah mentality.

aku kini hidup layaknya orang lokal, setara dengan teman-teman kantor, dan tentunya jauh meningkat berkali-kali lipat dari taraf hidupku sebelumnya di indonesia.

lalu, apakah aku kini kaya raya?

kalau kalian melihatnya dengan kacamata rupiah dan terkena penyakit yang sama, pasti kalian kira aku kini kaya raya. tapi kalau kalian melihatnya dari kacamata orang inggris, aku hanyalah seorang pegawai biasa bergaji standar rata-rata, dan tiap bulan masih harus membayar cicilan rumah sampai 20 tahun mendatang. biasa-biasa saja dan normal, seperti layaknya pegawai-pegawai kantoran lain di indonesia. kalau dipikir-pikir, kakakku yang kini sudah tidak bekerja karena harus mengurus anak, lebih 'kaya' karena ia tak harus membayar cicilan rumah tiap bulan.

bedanya, aku bisa dengan mudah membeli tiket untuk pulang kampung, sedang kakakku mungkin tidak bisa dengan mudahnya membeli tiket untuk mengunjungiku ke inggris. alasannya karena harga tiket bersifat internasional, sedang pendapatan per kapita indonesia jauh lebih rendah dibandingkan negara-negara maju di eropa seperti bahasan di atas tadi.

aku selalu merasa bersyukur, karena termasuk salah satu yang mampu menyejajarkan diri dengan taraf hidup orang lokal di sini. beberapa temanku dari negara-negara lain seperti malaysia dan iran, juga beruntung memperoleh pekerjaan layak sesuai ijasahnya, meski mungkin bagi mereka penyakit ringgit-mentality atau riyal-mentality-nya tak separah rupiah-mentality ku.

namun ada juga cerita lain yang tak begitu menyenangkan.

masih banyak mantan mahasiswa lulusan pendidikan tinggi di inggris yang tak juga mendapatkan jenis pekerjaan yang menghargai ijasah mereka. akibatnya penyetaraan kesejahteraan hidup pun sulit dicapai. di sini pendatang tidak berhak mendapatkan subsidi negara jika menganggur, hanya orang asli saja. kalau tak kerja, kami akan mati kelaparan. hingga ada seorang lulusan s3 (yup, bergelar doktor), yang terpaksa harus bekerja menjadi satpam (orang afrika). ada juga lulusan s2 yang masih mengais rejeki sebagai pelayan restoran (orang mongolia). ada juga yang kerja serabutan seminggu di sini seminggu di sana, demi pemenuhan kebutuhan pokok pangan, sandang dan papan saja.

fenomena ini tak hanya menjadi masalah bagi mereka, tapi juga masalah bagi pemerintah inggris. pemerintah negeri ratu elizabeth ini tak mau kalau tanah airnya dipenuhi orang-orang berpendidikan tinggi tapi mengambil alih lapangan kerja yang seharunya bukan menjadi hak mereka. jika lulusan s3 terpaksa bekerja sebagai satpam, lulusan s2 terpaksa bekerja di restoran, orang asli lulusan sma yang seyogyanya mendapatkan pekerjaan itu akan tersingkir dan terpaksa menganggur. tentu saja ini membebani negara karena orang asli pengangguran dipelihara oleh negara dengan subsidi bulanan.

keputusan drastis pun akhirnya diambil oleh pemerintah partai konservatif yang kini berkuasa. dengan tegas mereka mencabut ijin tinggal bagi semua lulusan universitas inggris yang tidak segera memperoleh pekerjaan yang layak sesuai ijasah mereka. kalau dulu pilihannya adalah pulang ke negara asal, atau tinggal lebih lama di inggris dan bekerja meski serabutan, syukur-syukur kerja profesional, kali ini pilihannya hanya dua. memperoleh pekerjaan profesional atau kembali ke negara asal. tak ada lagi kompromi.

dengan bekerja profesional, maka hanya kantor atau perusahaan-lah yang bisa mencarikan ijin tinggal bagi mereka, itupun hanya perusahaan-perusahaan yang terdaftar dan sudah disetujui oleh departmen keimigrasian saja. perusahaan abal-abal tak mungkin bisa mencarikan ijin kerja. apa mau dikata. nantinya pemerintah berharap, hanya mereka yang mampu bersaing di bursa kerja dan memberikan kontribusi yang berarti bagi negara saja yang boleh tinggal. yang lain harus pulang seusai kuliah. hingga lapangan kerja paruh waktu yang tadinya diisi oleh mereka-mereka yang berijasah akan kembali tersedia bagi warga lokal.

apalagi dengan tidak bertambah baiknya situasi perekonomian di eropa, keputusan itu dirasa memang sangat tepat. jika saja aku dulu tidak bisa terlepas dari penyakit rupiah mentality-ku, mungkin aku termasuk di dalam kelompok yang harus angkat kaki. achhh... orang-orang baik memang selalu bernasib baik, amiennnnnn :-D *dilempar sendal oleh pembaca*




.:kalau kamu suka artikel di atas, mungkin kamu suka ini juga:.

4 comments:

  1. like this article...mmg bnr, kl kt hdp di suatu tempat, kita harus menyesuaikan diri. kl msh rupiah mentality ya g bklan bs mkn,aplg hdp:-)

    ReplyDelete
  2. betul sekali dik aang yg kini sudah beralih ke AUD mentality :-)

    ReplyDelete
  3. Super sekali Mba Nayarini Estiningsih. Engkau telah menyadarkanku dari mental rupiah. Jujur, saya juga sempat berpikiran seperti itu, ketika menginjakkan kaki di Madrid. Ini informasi penting banget buat anak muda indonesia yang akan melalang buana ke negri orang.... BIAR SELAMAT DARI MENTAL JEBLOK!

    Matur Suwun Mba Nayarini Estiningsih

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wahhh kirain cuma aku yg berpikiran seperti ini ternyata banyak juga yang penyakit nya sama ya hehe, silahkan diberitahukan ke temen yg lain siapa tahu bisa membawa kesembuhan demi kebaikan bersama ;)

      Delete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...