Monday 20 February 2012

rumah besar di jogja

sering kita dengar ungkapan, kebaikan yang pernah kita terima, takkan pernah bisa kita lupakan sampai kapanpun...

selepas sma, ketika teman-temanku yang lain sibuk mempersiapkan diri untuk mengikuti ujian masuk perguruan tinggi negeri atau dulu lebih dikenal dengan nama umptn, aku sibuk mencari cara untuk bisa meneruskan sekolah tapi tanpa mengeluarkan biaya sepeserpun. yup, karena memang orang tuaku tidak cukup mampu kalau tak mau dibilang miskin. malu? tentu tidak.

terlahir miskin itu takdir dan kita tak kuasa merubahnya, tapi tetap mau hidup miskin itu pilihan.. :-D

dan aku tak mau berada terus di dalam lingkar kemiskinan. jadi satu-satunya cara yang aku tahu dan bisa kulakukan waktu itu adalah dengan cara sekolah setinggi-tingginya. meski tanpa biaya, aku yakin ada banyak jalan menuju roma. aku tahu ada banyak peluang sekolah di luar sana yang mau menerima murid tanpa menarik biaya.

akupun lalu mendaftar ke sekolah-sekolah itu. rata-rata mereka adalah sekolah milik instansi pemerintah yang menerima siswa lulusan sma yang memenuhi persyaratan, untuk dididik menjadi calon pegawai negeri sipil. tak perlu bayar, tak ada uang bulanan, hanya perlu modal biaya hidup saja, itupun seringkali masih dibantu dengan adanya uang saku dari negara.

wah, bagaimana caranya bisa tahu ada sekolah-sekolah semacam itu?

kan ada koran, ada pengumuman-pengumuman di sekolah, ada majalah. meski teknologi internet belum populer waktu itu, tapi kalau kita mau lebih cermat dan jeli, informasi apapun bisa kita dapatkan. masalahnya seringkali hanya kita saja yang kurang berusaha dan agak malas untuk menjemput bola. bener apa betul?

yang namanya orang miskin itu kadang memang kudu sadar betul bahwa dirinya miskin. ndak perlu kemayu atau gembagus pura-pura kaya dan berlagak sok malas untuk berusaha. menurutku, kalau kita sadar miskin, dan sadar untuk tidak mau terus menerus miskin, otak kita akan terpacu dengan sendirinya untuk menghadapi persoalan-persoalan yang dihadapi orang miskin yang biasanya datang bertubi-tubi, dengan solusi-solusi praktis yang biasanya brilian. makanya kalau mau memperhatikan sekeliling kita, orang miskin itu cenderung kreatif. jika orang kaya selalu mengandalkan uang sebagai solusi hampir semua masalah, orang miskin akan berpikir seribu cara untuk bisa memecahkan persoalan, dengan gratis!

ketika aku dihadapkan dengan fakta bahwa selepas sma, aku tak bakal bisa mengikuti ujian umptn, aku banting setir mengincar sekolah-sekolah gratisan tadi. kupersiapkan diriku betul-betul untuk bisa diterima di sekolah gratis tersebut.

ternyata persiapan matang saja belum bisa menyelesaikan masalah, akupun dihadapkan lagi pada persoalan berikutnya. isi formulir sudah, semua dokumen yang diminta sudah siap, belajar untuk tes penerimaan sudah. lha, tapi tesnya koq di jogja, sementara rumahku di demak? berarti aku harus ke sana dan tinggal selama beberapa hari serta menginap entah untuk berapa lama sampai aku tahu hasil kelulusan tesku sebelum aku bisa kembali pulang ke rumah. wadoh, masalah lagi!

ke jogja sendiri sih aku berani. meski belum pernah ke mana-mana tanpa orang tua sebelumnya, tapi minimal aku selalu jadi ketua regu pramuka dan sering ikut jambore. jadi urusan hidup mandiri sepertinya aku tak perlu pusing lagi. naik bis aku juga bisa. asal ada uang untuk beli tiket pulang pergi dan tahu di mana arah ke terminal bis luar kota. apalagi belakangan aku tahu bahwa beberapa orang temanku juga memutuskan untuk mendaftar dan mengikuti tes di tempat yang sama. lumayanlah ada teman seperjalanan. jadi tak perlu terlalu khawatir dan deg-degan karena harus pergi jauh seorang diri untuk pertama kali. maklumlah, namanya juga orang desa, jarang pergi-pergi :-)

persoalannya adalah, di mana aku dan temanku harus menginap? di hotel? "duit-e mbahmu!" kata ibuku waktu itu. lagipula mana pernah aku seumur hidup menginjakkan kaki di hotel. dalam rangka apa, coba. uang untuk naik bis pulang pergi dan biaya makan di jogja saja sudah dengan susah payah ibuku kumpulkan untuk persiapan misi pergi mencari sekolahan gratis ini. itu juga kalau diterima. kalau gagal tes, ya harus ikhlas uang itu hilang tanpa hasil.

waktu itu kami berencana pergi bertiga. salah satu teman laki-lakiku menyarankan untuk tidur di masjid atau mushola, bermodalkan sarung saja dari rumah katanya. hmm.. idenya boleh juga. tapi apa dibolehkan kalau ada cewek tidur di masjid malam-malam? trus apa boleh tidur di situ lebih dari satu malam? lalu aku harus mandi di mana? cowok sih enak lebih mudah urusan ini itu. cewek kan kadang ribet untuk urusan pernik pernik beginian. lalu soal keamanan bagaimana? aku sih percaya dua temanku pasti akan menjagaku layaknya bodyguard. tapi aku masih sangsi akan ide ini.

ide lainnya lalu muncul. cari kenalan yang bisa ditumpangi. kenalan? memang waktu itu sudah ada facebook seperti sekarang? boro-boro kenalan. keluar kota saja jarang. bagaimana punya kenalan di kota lain? saudara juga tidak ada. saudara bapakku yang terdekat dari jogja ada di klaten. pakdheku, saudara laki-laki bapak. itu juga sudah sejak tahun kuda tidak pernah ketemu. masak tahu-tahu muncul mau numpang? bisa saja sih asal modal muka tebal, hehe. tapi klaten-jogja juga jauh lho. perlu naik kendaraan umum lagi. perlu tambahan uang transport lagi. beuh, jalan buntu.

di tengah-tengah kemelut itu, yang namanya nasib baik kalau memang sudah waktunya tiba, ya dijodohkan juga akhirnya. guru tata usaha sma-ku yang aku pribadi tak begitu kenal, tiba-tiba mengatakan bahwa beliau akan menghubungi saudaranya yang tinggal di jogja, mencari tahu kalau mereka berkenan menampung kami, anak-anak terlantar ini. usulan ini bukan tanpa sebab musabab. kebetulan salah satu temanku di rombongan, memang ibunya juga kerja di tata usaha sekolah kami. dan si ibu koq ndilalah iseng-iseng ngobrol dengan ibu tata usaha yang punya saudara di jogja tadi.

begitulah, kalau ada kemauan, selalu ada saja jalan keluar yah :-)
indahnya hidup!

lalu beberapa hari sebelum tanggal keberangkatan, kami menerima konfirmasi bahwa saudara si ibu tata usaha yang tinggal di jogja mau menampung kami selama beberapa hari. duh senangnya. sejujurnya, aku tak berharap banyak. mau ada yang menampung saja sudah sujud syukur tak terkira.

namun alangkah terkejutnya kami, ketika tiba di alamat yang tertulis di secarik kertas yang kami bawa, seolah tak percaya bahwa itulah alamat yang kami tuju. di depan kami berdiri megah bangunan rumah yang cukup besar, berkebun luas, berpagar besi tertutup. sekilas dalam hati aku ragu, benarkah ini alamat yang kami tuju. setelah memencet bel, tak lama kemudian seorang perempuan setengah  baya tergopoh-gopoh keluar dari pintu samping dan membuka pintu pagar untuk kami.

setelah kami bertanya apakah betul ini alamat yang kami cari, perempuan setengah baya tadi mengangguk dan tersenyum mempersilahkan kami untuk masuk ke pekarangan. kami harus melewati kebun depan rumah yang luas, terawat rapi dan cantik sebelum tiba di pintu samping dan masuk ke halaman tengah rumah besar itu.

sepi...

hanya terdengar sayup-sayup suara lagu dari radio yang disetel pelan di dalam sebuah kamar yang terletak di samping sayap kanan rumah. perempuan tadi ternyata sudah mengharapkan kedatangan kami dan ia minta maaf karena si pemilik rumah masih di kantor, dan baru pulang menjelang maghrib nanti. iapun lalu mengantarku masuk ke rumah besar melewati dapur. belum habis rasa kagetku, ia membuka sebuah pintu kamar dan mengatakan kalau ini akan menjadi kamarku selama aku menginap.

wahhhhhhhhhhhhhh...tak kusangka!

aku yang tadinya sudah siap mental akan tidur di masjid atau mushola bermodalkan kain sarung, tiba-tiba memperoleh anugerah sebuah kamar cantik komplit dengan tempat tidur besar, meja rias dan lemari baju! mimpi apa ya semalam.

sementara temanku memperoleh kamar di samping rumah, bersebelahan dengan kamar yang ada radionya tadi yang belakangan aku tahu kalau itu adalah kamar anak laki-laki pemilik rumah. malam harinya, setelah berkenalan malu-malu dengan si pemilik, mengucap ribuan terima kasih dan mencoba untuk bersikap sesopan mungkin di dalam rumah besar yang pastinya pemiliknya adalah seorang yang tinggi derajatnya lagi baik hati, akupun pelan-pelan mulai tahu mengenai cerita seputar rumah besar itu.

si pemilik rumah tak lain dan tak bukan adalah seorang guru besar universitas negeri ternama dan tertua di jogja, eh.. di indonesia dink. beliau saat itu tidak ada di rumah karena sedang bepergian dengan sang istri. anak perempuan tertuanya yang juga dosen dan baru saja menikah-lah saat ini yang tinggal dan mengurus rumah itu. kami akhirnya juga dikenalkan dengan anak laki-laki pemilik rumah yang tinggal di kamar samping tadi. ia seorang mahasiswa. sementara kamar yang akan aku tempati nanti malam, adalah kamar anak bungsu perempuan pemilik rumah, yang saat itu masih kuliah dan kos di luar kota, jadi kamarnya memang kosong. ada tiga kamar tambahan di samping rumah yang salah satunya diisi oleh kedua orang teman laki-lakiku.

yang membuatku semakin terkejut, malam itu aku diberitahu bahwa besok pagi, akan ada sekitar enam atau tujuh orang lagi yang akan datang dan tinggal di kedua kamar yang kosong tadi, dan kalau masih belum cukup ruang untuk tidur, ada kamar tidur cadangan di atas garasi mobil yang lebih mirip rumah-rumahan pohon tapi cukup lapang dan nyaman.

ternyata oh ternyata...

si mbak pemilik rumah (anak tertua) menjelaskan, setiap tahun, rumah itu memang selalu menjadi markas besar anak-anak calon mahasiswa yang ingin mengikuti tes ujian masuk perguruan tinggi yang hampir selalu terjadi pada bulan-bulan tertentu. rumah itu selalu terbuka bagi siapa saja yang membutuhkan tempat menginap, entah tadinya kenal atau tidak. enaknya lagi, perempuan setengah baya pembuka pintu gerbang yang ternyata adalah asisten rumah tangga di rumah itu, akan memasak makanan untuk kami semua selama kami menumpang di sana. tanpa kami harus membayar, tanpa imbalan apapun ke pemilik rumah.

sudah tradisi mereka setiap tahun untuk menjamu para calon mahasiswa entah dari mana asalnya, entah beragama apa, bersuku apa, berlatar belakang apa, entah miskin entah kaya. semua keperluan menginap akan disediakan, dari urusan mandi, makan, cemilan, tidur, bahkan kalau ada yang mau main alat musik, boleh pinjam gitar anaknya atau kalau ada yang bisa main piano, boleh pakai piano di ruang tamu utama. bebas tapi sopan. duh, benar-benar surga :-)

mungkin bagi pak guru besar, dengan membuka pintu rumahnya dan menampung serta memberi makan anak-anak ini, adalah salah satu sumbangsihnya kepada kemajuan pendidikan di negeri ini. karena semisal aku tak memperoleh tempat penampungan ini dan tak punya cukup uang untuk membayar penginapan yang layak, maka niat sekolahkupun takkan pernah terlaksana.

betapa mulianya tradisi tahunan yang unik ini....

kamipun tinggal di rumah itu selama hampir 2 minggu. aku memutuskan untuk menunggu sampai pengumuman penerimaan akhir sehingga tak harus bolak-balik untuk pendaftaran ulang. jadi irit diongkos juga. kami juga mempunyai kawan-kawan baru para calon mahasiswa yang juga senasib dengan kami, meski kini aku kehilangan kontak dengan mereka.

sementara kesanku untuk si pemilik rumah itu, meski tiap tahun begitu banyak wajah-wajah berbeda yang datang dan pergi silih berganti; aku sungguh percaya bagi kami yang pernah ditampung di sana, kebaikan hati sang pemilik rumah besar itu, takkan pernah kami lupa.

selamanya...



.:kalau kamu suka artikel di atas, mungkin kamu suka ini juga:.

7 comments:

  1. huhuhuhuhu so sweeeeeeeeett

    ReplyDelete
  2. jd penasaran sama guru besar yg baik hati2, jangan2 beliau adalah dosen pembimbing saya.

    saya suka cerita ini, selalu suka cerita dari sampeyan tepatnya :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. beliau guru besar fakultas ekonomi om, saya tidak usah sebut nama, initial J atau Dj ejaan lama :-) terima kasih sudah baca-baca cerita saya

      Delete
    2. iya atuh, ga disebut namanya, yg penting kebaikan beliau abadi :)

      Delete
  3. Dimana ada kemauan, disana ada jalan, apa yg jadi mimpi dulu semua kini sudah di dapat, salut buat perjalanan hidup teman ku ini, kuliah tinggi di dapat, kerja dan kehidupan yang mapan di dapat, bahkan punya rumah mirip guru besar di luar negeri sana, luar biasa (sutan marali)

    ReplyDelete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...