Monday 30 April 2012

mutu ga mutu yang penting laku

lagi galau....eh, lagi kusut :-p

kalau sudah bicara soal selera memang agak-agak susah ya. baru sadar belakangan ini, kalau ternyata yang lebih disukai masyarakat banyak belum tentu hal-hal yang terbaik atau yang bermutu paling tinggi. karena rupanya dalam banyak kasus hal-hal yang tidak istimewa atau biasa-biasa saja, atau kadang malah tidak bermutu sama sekali ternyata jauh lebih populer dan laku di pasaran. #ngomong apa toh ini mbak-e

mau posting uneg-unegku saja sih, soal selera #tema basi #yoben

aku sering ga habis pikir saja dengan hal-hal yang bersifat iseng di sekelilingku tapi ternyata malah tenar, populer, laris atau lebih diminati banyak orang, dibandingkan hal-hal yang berbau serius. gitu lho maksudku.

contohnya nih, errr... film-film bioskop produksi lokal di indonesia yang seperti kita semua tahu, temanya tak jauh-jauh dari dunia gaib dengan bumbu wanita seksi dan tak jarang dengan tambahan seks. atau, video-video indie unggahan sendiri yang tiba-tiba tenar di youtube dan pengunggahnya jadi artis dadakan dalam semalam. atau, postingan-postingan di internet yang random, ga jelas, tema-tema ringan tapi lucu, meski kalau dipikir-pikir isinya ga begitu bermutu, tapi ternyata peminat dan pengikutnya malah jutaan, dan jauh lebih disukai daripada postingan soal ilmu pengetahuan atau hal-hal lain yang agak serius, apalagi yang serius banget. #nomention

sah-sah saja tentunya, dan ga bisa diprotes juga sih. namanya juga selera, siapa yang bisa maksa.

aku cuma pengin memahami kecenderungannya saja. soal bagaimana sebuah komunitas masyarakat, kelompok sosial, atau lebih umum lagi sebuah peradaban, dalam menghargai sebuah karya. bentuknya bisa apa saja. karya seni, tulisan, pendapat, musik, video, film, pertunjukan, buku, dan lain sebagainya, apa saja yang dihasilkan dari olah pikir dan olah karya manusia.

melihat gejalanya belakangan ini, karya-karya yang sifatnya enteng, ringan, mudah dicerna, kadang terlihat agak bodoh atau konyol, ternyata malah laris manis. sebaliknya karya yang dihasilkan melalui pemikiran serius, butuh waktu yang tak singkat, dikerjakan dengan sepenuh hati dan kadang membutuhkan dana yang tak sedikit, justru belum tentu laku. karena rupanya pangsa pasar penikmat karya-karya ini, lebih memilih untuk menikmati sesuatu yang enteng dan merasa malas untuk sesuatu yang membutuhkan energi ekstra untuk memahaminya.

contoh sederhana, siapa yang mau membayar tiket bioskop untuk melihat film serius dokumentari mengenai misalnya pemanasan global, meski untuk membuat film ini dibutuhkan pemikiran, riset dan usaha yang serius dan tidak main-main. bandingkan dengan antusiasme masyarakat ketika film tentang hantu-hantu seksi gentayangan tayang di bioskop. meski ceritanya ga jelas, plotnya ga bermutu, setingnya asal, pemainnya itu-itu saja, tapi penikmatnya tak pernah mati. ada saja yang rela merogoh koceknya.

contoh lain lagi, seringkali aku blog-walking dan menemukan blog-blog ajib yang isinya cukup serius, sharing ilmu pengetahuan, dan hasil-hasil penelitian pemilik blog-nya, tapi pengunjungnya sedikit sekali lho.

aku sendiri, jujur setelah baca beberapa artikel langsung berasa ngantuk #hoammmm, karena otakku dipaksa mencerna tulisan tersebut dengan energi ekstra. padahal pastinya untuk menghasilkan sebuah artikel bermutu itu, penulisnya pasti sudah mati-matian mengumpulkan data, melakukan riset, berpikir keras, dan perlu waktu berhari-hari atau mungkin satu bulan untuk menyelesaikan artikelnya sebelum menekan tombol publish. tapi membaca blog yang isinya ringan, renyah, konyol, bikin #ngikik, ga pernah berasa ngantuk lho :-)

mungkin memang dunia hiburan itu sifatnya harus enteng dan menghibur ya. jadi kalau masyarakat disuguhi yang agak-agak serius otomatis mereka akan cepat merasa jengah dan malas. yang gratis seperti membaca blog saja bisa malas, apalagi kalau harus bayar untuk menikmatinya. entah itu lagu, film, buku, tulisan, mungkin yang bertema berat-berat cuma diminati oleh sebagian kecil masyarakat.

selebihnya memang seleranya lebih memilih yang enteng, ringan, renyah dan simpel saja. tak peduli apakah karya tersebut cenderung tak bermutu, konyol, kadang agak bodoh, selama mudah dicerna, orang akan memilih yang itu.

atau mungkinkan hal ini mencerminkan tingkat inteligensia sebuah kelompok masyarakat di suatu komunitas tertentu? apakah semakin maju sebuah peradaban, masyarakatnya akan lebih mudah mencerna hal-hal yang bertema lebih berat dibandingkan kelompok masyarakat di tempat lain yang lebih tertinggal tingkat pendidikan dan pemahaman mengenai ilmu pengetahuannya? errr... sepertinya masih perlu penelitian lebih lanjut untuk menyimpulkan ;-p

tapi sementara ini, kita sepakat saja bahwa mutu tak mutu, suka tak suka, laris tak laku, itu cuma soal selera saja. tak lebih tak kurang. dan karena tiap individu mempunyai kebebasan untuk memilih mana yang mereka sukai dan inginkan, tak ada yang bisa memaksa kecenderungan sebuah komunitas, untuk lebih memilih yang mana. bagaimana menurutmu?




.:kalau kamu suka artikel di atas, mungkin kamu suka ini juga:.

4 comments:

  1. betul mbak...
    beberapa tahun lalu sih sudah ada wacana bahwa kaum akademisi sebisa mungkin ketika menulis laporan ilmiah (contoh kecilnya skripsi/tesis), bahasanya diharapkan "membumi", sehingga orang awam di luar bidang tsb tetap dapat memahaminya :) Gak usah sok keminter tapi malah mbulet bahasanya, hehe

    dan aku salut sama orang2 yang bisa menulis pembahasan yg berat menjadi ringan & mudah dimengerti :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya betul, teorinya sih, menulislah dengan bahasa manusia, hihihi... aku juga salut sama orang-orang yang ga bikin aku bingung, soale aku juga termasuk lemot haha

      Delete
  2. kita butuh hiburan memang... lebih seneng baca tulisan ringan daripada tulisan berat berat dan berbau ilmu pengetahuan. jadi yang ringan dan menarik yang laku... tidak ada yang salah dan yang benar.. semua adalah pilihan.

    ReplyDelete
    Replies
    1. setuju mas... yo wis lah, aku nulis yg ringan-ringan saja mulai sekarang ya :-D #emang dulu-dulu berat? #ga juga haha

      Delete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...