belakangan ini, entah karena apa, tulisan lamaku susu ibu vs formula yang original dan sempat bikin heboh 10 tahun yang lalu, kok tiba-tiba banyak yang akses lagi ya? padahal lamannya kosong lho, ngga ada isinya 😁. cuma ada banyak sekali komen yang memang bagian dari kehebohan dan sedikit "konflik" dengan emak-emak keb waktu itu.
mungkin di antara kalian banyak yang penasaran tapi ngga berani nanya, kenapa kosong?
kemana tulisannya, dan lain-lain. kalau kalian jeli dan baca-baca semua komen di halaman tersebut, ada beberapa emak-emak yang minta aku ngirim ke mereka kopian tulisan aslinya. dan kesemuanya kujawab dengan jawaban yang sama, maaf, tulisan aslinya udah ngga ada, udah ilang, udah ancur. karena setelah kasus heboh itu aku lalu sibuk nulis ulang sana sini dan setelah kubaca lagi, tulisan itu sudah kehilangan keotentikannya. terlalu mencoba menyenangkan semua pihak seperti yang sudah pernah kujabarkan di postingan sesudahnya berjudul keniscayaan sebagai postingan terakhirku yang kushare di grup tersebut sebelum aku pamit undur diri.
jadi daripada tayang tapi ngga lagi otentik, ya udah aku kunci saja versi yang jadi acak adul itu. lama banget tuh ya kudiemin aja sampe 10 tahun. udah lumutan kali ya kalau bisa lumutan tulisannya. sepuluh tahun berlalu, dan semua adem ayem saja, eh kok tiba-tiba minggu-minggu ini nongol lagi itu tulisan karena banyak yang akses.
aku jadi ada ide 😆
berhubung sekarang sudah tahun 2025, dan anakku yang dulu masih nenen itu sekarang sudah kelas dua smp, 😎 mungkin sudah waktunya ya, tulisan yang sudah acak adut itu didaur ulang lagi. tapi lagi-lagi karena sekarang ini sudah jamannya AI dan apa-apa ngga perlu bergulat sendirian lagi karena ada AI yang bisa ngebantuin, akhirnya aku cerita deh ke AI kenapa tulisanku ini jadi acak adut, dan aku ngga bisa tayang ulang karena memang sudah ngga otentik lagi. akupun minta si mas AI untuk nulis ulang dari draft berantakan-ku dulu, tapi dari sisi pandang masa sekarang.
oh ya aku juga diomelin lho, katanya memang tulisanku dulu itu nadanya terlalu "pedas", makanya banyak yang ngamuk, bwahaha 😅 etdah, diomelin sama mesin!
baiklah, bagi yang penasaran, ini tulisan ulang dari draft yang berantakan dari tahun 2015, tayang ulang dengan bantuan dari mas-mas chatGPT yang setelah ngomel-ngomel ke aku, mau juga dia nulisin lagi dengan nada lemah lembut diiringi dering nokia. jadi jangan ngamuk sama aku ya kalau masih ada juga yang tersinggung setelah mbaca versi AI ini.
marahin aja tuh mas-mas robot GPT-nya 😂
***
setelah bertahun-tahun, aku belajar sesuatu
dulu aku pernah nulis tentang topik ini — dan, ya, postingan itu sempat meledak. tapi bukan karena semua orang setuju, justru sebaliknya: banyak ibu-ibu yang tersinggung, merasa aku terlalu menghakimi mereka yang memberi susu formula. akhirnya, demi ketenangan jiwa dan timeline yang damai, aku turunkan tulisan itu dari blog.
beberapa tahun berlalu, anakku sekarang sudah lebih besar, dan aku juga sudah lebih manusiawi. ternyata, menjadi ibu itu bukan cuma soal "ASI vs sufor", tapi soal bagaimana kita bertumbuh, belajar, dan saling memahami. jadi tulisan ini bukan untuk membuka luka lama, tapi semacam refleksi versi lebih dewasa — karena ternyata, cara kita memandang sesuatu juga ikut tumbuh bersama waktu.
waktu itu aku menulis dari sudut pandang seorang ibu baru yang penuh semangat (dan mungkin sotoy 😅). aku bangga karena bisa menyusui 100% tanpa bantuan botol atau formula. bangga, iya — dan wajar. tapi sekarang aku tahu, setiap ibu punya perjalanan yang berbeda. ada yang penuh perjuangan, ada yang penuh air mata, dan semuanya sah-sah saja.
jadi kali ini aku ingin menulis ulang, masih dengan gaya bicaraku yang apa adanya, tapi dengan satu pesan penting: “kita semua sama-sama berjuang.” entah menyusui, memompa, atau menyeduh susu formula di tengah malam — semuanya lahir dari cinta yang sama untuk anak.
cerita lama, perspektif baru
hari ini, kalau dihitung-hitung, sudah bertahun-tahun sejak aku pertama kali jadi ibu — dari hari-hari panik di rumah sakit sampai sekarang, ketika anakku sudah bisa debat sama aku soal siapa yang paling jago main lego 😅
aku masih ingat jelas masa awal menyusui. waktu itu aku berhasil menyusui penuh, tanpa formula, tanpa botol, tanpa drama besar (ya walaupun tetap ada lecet-lecet — siapa bilang nyusuin itu kayak di iklan? 😆). dan jujur, aku bangga banget. karena rasanya kayak berhasil menaklukkan sesuatu yang katanya “nggak semua orang bisa.”
tapi sekarang, setelah banyak belajar lebih banyak tentang realita di luar sana, aku sadar — tidak semua yang gagal menyusui itu karena malas, atau karena kurang pengetahuan. kadang tubuh memang nggak bekerja seperti seharusnya. kadang situasi nggak mendukung. kadang stres, tekanan, dan rasa bersalah justru bikin semuanya makin sulit.
dulu aku suka greget kalau dengar alasan “ASInya nggak keluar.” sekarang aku tahu, sering kali bukan soal “nggak bisa”, tapi soal “nggak sempat dibantu, nggak cukup didukung.” ada ibu yang nggak punya waktu cukup karena harus balik kerja cepat, ada yang nggak dapat bimbingan di rumah sakit, ada yang sakit pasca melahirkan, dan ada juga yang secara medis memang mengalami kesulitan produksi ASI.
dan itu semua bukan alasan untuk merasa gagal.
aku tetap percaya, pengetahuan soal proses menyusui penting banget — bahwa kolostrum itu emas, bahwa payudara perlu distimulasi, bahwa ASI sering baru keluar setelah beberapa hari, bukan detik setelah melahirkan. tapi sekarang aku juga belajar, ilmu itu seharusnya memberdayakan, bukan menghakimi.
tentang “ASI belum keluar” dan drama hari-hari pertama
kalimat yang paling sering aku dengar dari ibu baru (dan dulu sempat bikin aku gatel pengin komentar 🙈) adalah: “ASInya belum keluar, jadi aku kasih formula dulu, kasihan bayinya lapar.”
dulu aku mungkin akan langsung refleks bilang, “eh, sabar, itu bukan ASI belum keluar — itu lagi produksi kolostrum!” sekarang aku lebih memilih untuk senyum dulu, lalu pelan-pelan cerita kalau tubuh kita memang butuh waktu untuk menyesuaikan diri setelah melahirkan.
kolostrum itu bukan ‘ASI belum keluar’. itu justru cairan paling berharga di awal kehidupan bayi — kuning kental, sedikit, tapi super kaya gizi dan antibodi. bayi baru lahir cuma butuh beberapa mililiter aja kok di hari-hari pertama. perut mereka kecil banget, segede kelereng! jadi yang buat panik biasanya bukan bayinya, tapi orang-orang di sekitarnya 😅
masalahnya, banyak ibu yang nggak dikasih tahu hal ini sejak awal. mereka pikir kalau belum netes putih susu berarti gagal, padahal tubuhnya sedang melakukan sesuatu yang sangat alami. kalau dari awal dapat edukasi yang benar dan support yang hangat — dari tenaga kesehatan, keluarga, dan lingkungan — kemungkinan besar mereka nggak akan panik atau menyerah secepat itu.
aku dulu beruntung banget, punya suami yang siaga dan sistem rumah sakit yang memang pro-ASI. tapi nggak semua orang punya kesempatan yang sama. jadi sekarang aku berhenti pakai kata “beruntung” hanya buatku sendiri — karena ternyata, kemampuan menyusui lancar bukan cuma soal niat, tapi juga soal dukungan yang benar di sekitar kita.
dari perdebatan ke pemahaman
kalau dipikir-pikir, perdebatan “ASI vs sufor” ini nggak akan pernah benar-benar selesai. selalu ada dua kubu: yang merasa perjuangannya diabaikan, dan yang merasa usahanya diremehkan. padahal di balik semua label itu, kita semua cuma manusia yang berusaha sebaik mungkin buat anaknya — sambil tetap berjuang menjaga kewarasan.
sekarang aku sadar, yang paling dibutuhkan bukanlah siapa yang lebih benar, tapi siapa yang lebih berempati. buat yang berhasil menyusui, mari berbagi ilmu tanpa menggurui. buat yang harus pakai formula, jangan merasa gagal — kalian juga pahlawan buat anak kalian. dan buat semua orang di luar sana (suami, mertua, teman, tenaga medis), tolong berhenti membuat ibu-ibu baru merasa diuji setiap kali mereka memilih jalan yang berbeda.
akhirnya, aku tetap percaya ASI adalah pilihan terbaik kalau memungkinkan — tapi aku juga percaya ibu yang bahagia jauh lebih penting. susu bisa datang dari mana saja, tapi kasih sayang cuma datang dari satu tempat: hati seorang ibu. 💛
jadi untuk semua ibu di luar sana, entah kamu sedang menyusui, memompa, atau menyeduh susu di tengah malam: kamu luar biasa.
dan setiap tetes cinta yang kita beri ke anak, dari payudara atau dari botol, nilainya sama berharganya.
***
nah gitu deh, tulisan ulang dari chatGPT yang intinya sama kek tulisan yang dulu tapi bernada lemah lembut pake biola tanpa sambel. kalian yang dulu pernah baca tulisan asliku yang masih original, pilih yang mana? yang pedas atau yang tanpa sambal? udah jangan ngamuk lagi yah.
malu! udah tua 😂
No comments:
Post a Comment