Thursday 30 June 2016

brexit

iya, iya, iya. idealnya sih postingan ini kudu dirilisnya tanggal 24 kemarin pas ketahuan hasil referendum di inggris kalau kelompok brexit-lah yang menang. tapi yah, tahu sendiri deh alesan basiku ya itu, sibuk...jadi mana sempet ngetik dan ng-update blog! hiks...

kebetulan juga tanggal 23 dan 24 kemarin itu aku malah pas pergi keluar kota tugas kantor dan nginep sendirian untuk pertama kali sejak punya si ethan! aduhhh, sempet deg-degan karena udah tiga tahun lebih nggak pernah ninggalin anak semata wayangku sendirian di rumah sama bapaknya. bukan kenapa-napa sih, cuma bapaknya kan ga punya asi hihi, sementara sampe sekarangpun meski udah 3 tahun lebih, si ethan belum mau disapih. untunglah mereka berdua baik-baik saja malam itu tanpa emak di rumah hehe.


tapi meski telat posting, seperti kata pepatah, lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali kan? jadi, marilah kita bersama-sama ngebahas mengenai brexit yang memang lagi nge-hits ini.

kenapa brexit jadi relevan untuk dibahas?

1) karena aku tinggal di inggris
2) karena aku juga seorang imigran meski bukan warga eropa. imigrasi memang jadi isu paling mendasar yang meski bukan satu-satunya alasan brexit, tapi akhirnya jadi isu terpanas
3) karena sebagai salah satu poros ekonomi terkuat di eropa, mau ga mau brexit juga berimbas ke perekonomian dunia

nah, sekarang mari kita mulai cerita dongeng tentang brexit ini yah.


sumber


brexit berasal dari dua kata, britain + exit = brexit. seperti halnya orang indonesia yang hobi otak-atik-gathuk, dan suka nyingkat-nyingkat kata supaya tercipta kata baru yang catchy, orang inggris ternyata ikut ketularan hehe. brexit sendiri artinya adalah kelompok yang menginginkan inggris keluar dari keanggotaan uni eropa. sedangkan mereka-mereka yang menginginkan inggris tetap menjadi anggota uni eropa, menamakan dirinya kelompok 'remain'.

sejak bergabung tahun 1975 lalu (setua aku nih, hihi), isu untuk keluar dari uni eropa memang datang dan pergi, tapi selalu berhembus dari pihak-pihak tertentu yang kurang suka dengan aturan-aturan dari eropa yang mengikat. isu ini semakin memanas sejak pak cameron jadi perdana menteri 6 tahun lalu. apalagi dengan menjadi anggota uni eropa, masalah imigrasi semakin banyak.

ya maklum, sebagai salah satu negara kaya, orang-orang dari negara lain di eropa yang juga anggota uni eropa memang bebas keluar masuk inggris tanpa visa. sama kayak asean gitu lho. orang indonesia bisa ke negara-negara asean tanpa visa kan. dan orang-orang ini boleh kerja juga di inggris tanpa visa kerja. aturan uni eropa memang begitu, freedom of movement.

sayangnya, selalu ada saja imigran yang datang ke inggris tapi nggak kerja (atau nggak langsung dapet kerja). gimana mereka bisa hidup donk? mereka yang nganggur bisa terima nafkah dari ngeklaim berbagai macam tunjangan untuk biaya hidup bulanan. ini termasuk juga kesehatan dan pendidikan gratis.

editan baru sekedar tambahan: biaya hidup ini biasanya berasal dari klaim berbagai macam tunjangan pemerintah. paling utama adalah klaim tunjangan hidup untuk pencari kerja, dan tunjangan hunian. tautan ke website resmi pemerintah ada di sini dan di sini.

maka bertahun-tahun, orang-orang dari berbagai negara yang lebih miskin di benua eropa berbondong-bondong ke inggris untuk menetap. biasa mereka datang sendiri dulu, coba nyari kerja dan bertahan hidup. ketika kehidupannya udah membaik, mereka akan ngajak keluarganya, ortunya, sepupu, ponakan, tetangga, teman, dst. mirip kaum urbanisasi ke jakarta gitu deh hehe.

namanya juga manusia ya kan? maunya nyari kehidupan yang lebih baik.

seperti halnya kaum imigran di mana-mana, kelompok pendatang ini seringkali nggak mau berbaur dengan orang lokal. atau kebalikannya orang lokal juga males ngumpul sama kaum imigran. yang muslim ngumpul sekampung sama yang muslim, yang eropa timur ngumpul sama eropa timur, gitu deh. gesekan-gesekan sosial pun sering terjadi. sama lah di kita juga gitu. inget tragedi 98? hiks.

karena masalah-masalah yang ditimbulkan oleh para pendatang inilah, menyebabkan orang-orang asli lama-lama jadi empet juga. generasi-generasi tua yang maunya negeri inggris ini tetep berisi orang-orang kulit putih aja, yang ngerasa kalau sekolah-sekolah di inggris penuh sesak dengan anak-anak imigran, yang ngerasa kalau ngantri di dokter jadi tambah lama dan panjang karena kaum imigran juga pada dateng ke inggris ngajak keluarganya karena kesehatan di sini gratis, dan lain-lain.

bisa dimaklumi dan dimengerti sih sebenernya keluhan sebagian masyarakat inggris yang nggak begitu suka imigran. terutama imigran dari eropa yah.


karena imigran yang bukan eropa, masuk inggris sekarang sudah cukup sulit. aturan imigrasi sudah nggak selonggar dulu lagi. jadi lumayan terkontrol lah angkanya. mereka yang bukan warga uni eropa kalau mau ke inggris dan menetap jangan harap bisa dapet visa tinggal dengan mudah.

kecuali duitnya banyak banget dan ke sini mau buka usaha jadi bos, atau ke sini mau sekolah (yang mana bayarnya muahal buanget juga), atau ke sini mau kerja dan dapet sponsor visa dari kantornya (yang mana sangat sulit sekali dapetin kantor yang mau nyeponsorin visa), atau ke sini karena nikah sama orang asli inggris (yang mana si orang inggrisnya harus mapan dengan pendapatan minimalnya harus paling nggak £18000 per tahun - udah pernah kubahas di sini). sulit kan? kan? kan?

tapi lucunya, gara-gara brexit menang kemarin itu, isu rasial terhadap imigran jadi ga pandang bulu lagi. meski inti dari brexit adalah ketidaksukaan sekelompok orang inggris terhadap pendatang dari eropa yang semakin tidak terkontrol jumlahnya, imigran yang non-eropa (seperti aku) juga kena dampaknya.

orang-orang yang pada dasarnya udah ga suka dengan orang asing (ngotor-ngotorin tanah air mereka aja, gitu kali mikirnya yah), ya jadi ngerasa semena-mena  dan semakin rasis dengan kemenangan brexit. entah orang asingnya itu non-eropa sekalipun, tetep diteriakin disuruh pulang ke negara masing-masing. tega banget yah.

semoga orang indonesia nggak ada yang seperti ini. klik 'like' lalu ketik 'amin' yah, biar masuk surga #eh



sumber


setiap hari ada saja berita tentang sikap rasis para pendukung brexit terhadap mereka yang mukanya terlihat kurang british. padahal kalau yang bukan british itupun lahirnya di inggris, berpaspor inggris, aksennya medok inggris, cuma memang dulu kakek buyutnya yang beda warna kulit ke sini hijrah dari negara lain, tetep saja lho, diteriakin disuruh pulang. lha mau pulang ke mana? wong sudah turun-temurun rumahnya di sini kok.

untunglah sampai saat ini aku belum pernah dirasisin secara langsung.

mungkin karena rutinitasku termasuknya aman-aman saja. pagi-pagi ngantor nyetir sendiri. kalau kudu naik kendaraan umum mungkin bisa kena perlakuan rasis dari penumpang lain yang nggak suka lihat mukaku yang asia banget ini hihi. sampe di kantor, kebetulan aku beruntung bisa kerja di perusahaan yang cukup multirasial. bos besar saja orang jerman. trus banyak banget warga negara lain di kantor sini. belanda, polandia, italia, spanyol, portugal, amerika, india, filipina, yunani, bahkan orang afrika selatan pun ada. komplit lah. dan lagi namanya pegawai kantoran, kamipun dituntut professional, dan nggak boleh rasis. pamali!

dari kantor, pulang lagi ke rumah. dan sejak brexit menang, aku memang belum pernah bepergian sendirian. selalu sama suami dan anak. minimal mereka ngeri kalau rasis sama aku, bakal ditonjok suamiku yang british dan kurekrut untuk jadi bodyguard juga. ga dibayar tapi, hihi.

persoalan brexit ini sebenernya bukan melulu soal imigran lho.

ada beberapa poin lain yang harusnya lebih penting untuk dibahas, tapi jadi terkesampingkan karena isu imigran di mana-mana memang lebih hot dan menjual bagi media. seperti halnya beberapa negara skandinavia yang menolak bergabung dengan uni eropa (swis juga), tapi baik-baik saja, inggrispun penginnya cuma mau mengambil alih kontrol atas keputusan-keputusan penting dalam dunia perdagangan, ekonomi, finansial, dll. sama kayak pemerintah-pemerintah daerah di indonesia yang pengin punya hak otonomi gitu lho.

lha kenapa dulu tahun 75 pake gabung segala kalo gitu? yah, kan laen dulu laen sekarang, pegimane sih. keputusan politik kan juga tergantung siapa yang berkuasa pada saat itu. jadi kalo dulu mutusin gabung, sekarang mutusin pisah, ya sah-sah saja sebenernya.

kalo aku punya hak pilih, pastilah aku milih tetep gabung. karena perceraian di mana-mana itu menyakitkan, jendral, haha. sayangnya sebagai pemegang paspor ijo yang setia, aku nggak punya hak pilih dan nggak boleh ikutan milih kemarin itu. suami doank yang nyoblos ke tpu.

meski belum terasa dampaknya secara langsung ke aku dan keluarga kecilku di sini, kecuali kiriman thr ke indonesia yang jadi mengecil jumlahnya gara-gara kurs poundsterling merosot tajam dari Rp 19000 meluncur ke Rp 17000-an setelah pengumuman brexit hiks, apapun yang terjadi setelah ini, ya belum ada yang tahu.

kita tunggu saja yah. stay tuned...

8 comments:

  1. Ulasan yg menarik...smoga aman2 saja buat para expat di sana.
    Semoga Bulgaria enggak exit, krn namanya jd Bulxit kali��.
    Salam dr OZ.

    ReplyDelete
    Replies
    1. julukan expat, katanya cuma berlaku untuk kulit putih. kalau berwarna seperti bu Sri yg kerja nguli di world bank sekalipun, tetap imigran hehe.
      wah jangan sampe Bulgaria keluar juga, iya yah, Bulgxit, hahaha, bisa aja. OZ udah bersalju?
      makasih dah mampir

      Delete
  2. Replies
    1. rasism di mana-mana serem bu :-) mereka semena-mena kalau merasa mayoritas, tapi suka lupa kalau satu saat di lain tempat mereka bisa dirasisin juga ketika jadi minoritas. namanya manusia ya hehe

      Delete
  3. Kebijakan politik memang tergantung siapa penguasanya,....

    ReplyDelete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...