Wednesday 4 January 2012

toefl #600

tulisanku di bawah ini ku-posting kemarin, tanggal 4 Jan, sebelum wawancara VIVAnews dengan pak menteri dirilis pada hari Kamis, 5 Januari 2012, 03:10 WIB. tuh kan, isinya mirip :-D

beberapa hari belakangan ini orang ramai membicarakan mengenai toefl #600. ada apa dengan toefl #600? tidak hanya berita dalam negeri yang mengangkat tulisan ini, linimasa twitter-pun penuh dengan bahasan mengenai hal ini. ada yang pro, tentunya juga ada yang kontra, banyak malah.


rupa-rupanya, topik yang terbilang unik ini dimulai ketika menteri perdagangan kita mengemukakan sebuah gagasan atau rencana agar karyawan di departemennya diharapkan mampu untuk mencapai kemampuan bahasa inggris sampai tingkat toefl #600 dalam kurun waktu tertentu ke depan. beberapa rencana sudah disusun antara lain dengan mendatangkan guru kursus bahasa yang akan mengajar para karyawan yang membutuhkan kursus ini sebelum atau setelah jam kerja.

alasan si bapak menteri, karena dalam dunia globalisasi sekarang ini, semua pihak diharapkan mampu bersaing secara internasional. untuk itu, salah satu kualifikasi yang harus dimiliki adalah kemampuan berbahasa, terutama bahasa inggris, sebagai salah satu bahasa yang paling sering dipakai di forum-forum internasional. tentunya ini bukan sebuah alasan yang mengada-ada. tapi mengapa malah banyak nada-nada sumbang bahkan kecaman yang terdengar dari masyarakat terutama di linimasa twitter dan berita-berita online?

apakah  karena dana yang akan dikeluarkan untuk meningkatkan kemampuan bahasa karyawan deperindag yang sebesar 6 miliar itu? apakah karena target toefl #600 yang dicanangkan pak menteri terlalu tinggi? apakah karena hal yang lain? membaca sekilas kicauan para pakar ilmu di twitter yang aku follow seperti @sociotalker, @hotradero, @yanuarnugroho di linimasa-ku, dan sahutan-sahutan dari para follower-nya, sepertinya diskusi ini tidak bermuara ke manapun, tetap ada dua sisi, pro dan kontra.

mungkin standar toefl #600 yang pak menteri harapkan itu memang terlalu tinggi untuk dicapai oleh para pegawai negeri sipil (pns). sah-sah saja sebenarnya. stereotype atau anggapan umum di kalangan masyarakat indonesia (yang sudah bukan rahasia lagi) mengenai pns selama ini memang cenderung berkesan negatif sehingga pns cenderung diragukan kemampuannya. selain karena di-'anggap' kurang produktif, effisiensi rendah, terlalu birokratis, 'makan gaji buta' dll, pns juga diyakini sebagian masyarakat sebagai jenis pekerjaan pilihan terakhir karena rendahnya standar gaji dibandingkan dengan karyawan swasta.

tentunya pandangan umum ini terus berubah, bergeser dan berganti seiring berjalannya waktu, namun persepsi masyarakat tidak akan bisa berubah drastis dalam jangka waktu yang singkat. sehingga rencana 'mencerdaskan pns' inipun dianggap sebagian orang sebagai buang-buang anggaran saja. kalau disuruh memilih untuk berdiri di sisi pro atau di sisi kontra, aku akan memilih untuk mendukung pak menteri. lho?! koq melawan arus?

begini. alasanku sebetulnya sederhana saja. apapun yang diniatkan demi kemajuan dan kebaikan, harus didukung, meski realitanya tidak sesederhana itu. mau maju memang sulit, dan tidak murah. jer basuki mawa beya, artinya kalau mau maju itu butuh biaya. mengutip kicauan di linimasa, @hotradero justru melihat 6 miliar anggaran untuk peningkatan kemampuan bahasa ini sebagai investasi, dengan harapan mudah-mudahan bisa meningkatkan ekspor dan pendapatan negara. pendapat yang bijak. dan jika memang berhasil, dana sebesar 6 miliar itupun tentu cuma investasi seujung kuku.

anggaran dana itu mungkin juga tidak akan cukup besar jika dibagi dengan jumlah karyawan yang harus ditingkatkan kemampuan bahasanya. kursus bahasa inggris yang bagus tidak murah. jika anggaran dana kursus per kepala kurang, kualitas pengajaran-pun dipertanyakan (@yanuarnugroho). jika mau kualitas bagus, sepertinya dana 6 miliar itu bukan angka yang besar, bahkan mungkin masih perlu ditambah lagi. pendidikan memang mahal.

sementara kicauan @sociotalker lain lagi. menurutnya, mensyaratkan pencapaian kemampuan bahasa pada level tertentu bagi para karyawan yang ingin naik jabatan sebagai solusi yang lebih baik. dan karyawan bertanggung jawab sendiri atas biaya kursus yang diperlukan untuk mencapai level tersebut. hmm, aku agak kurang setuju dengan pendapat ini. pertama, jika tidak mencapai syarat kemampuan bahasa yang ditentukan, apakah seorang karyawan dengan kemampuan bahasa inggris yang lemah tidak layak naik jabatan meski kinerjanya bagus? idealnya untuk menjabat posisi tertentu memang harus berkinerja bagus dan juga berbahasa inggris yang fasih. tapi apakah itu mutlak? bukankah bisa menyewa penterjemah?

kedua, anggaran untuk kursus bahasa bagi seorang karyawan pns yang berkeluarga dan mempunyai anak-anak yang sekolah, bukanlah skala prioritas. masih banyak kebutuhan lain yang lebih mendesak. apakah karena hal ini, maka karyawan tersebut tidak berhak untuk naik jabatan? karena tidak sanggup membayar kursus bahasa yang tentu saja tidak murah? belum lagi pelaksanaan praktisnya. kursus di luar perlu waktu dan tenaga ekstra dibandingkan jika pelaksanaannya dilakukan di kantor seperti rencana pak menteri tadi, sebelum atau sesudah jam kerja. dengan tingkat kemacetan jakarta yang kabarnya semakin menggila, berapa banyak waktu dan tenaga yang tersisa untuk kursus? sangat tidak praktis.

kemampuan menguasai bahasa setiap individu itu berbeda-beda, meski kita tidak membicarakan mengenai bahasa ibu di sini, ataupun bahasa kedua bagi yang lahir dan besar bilingual (berbahasa dua, contohnya orang sunda, jawa, dll) secara alamiah. kefasihan untuk menguasai bahasa tambahan selain bahasa ibu itulah yang berbeda-beda. pertumbuhan otak tiap-tiap orang yang berbeda-beda antara otak kiri dan kanannya, juga sangat mempengaruhi kemampuan ini. penjelasan secara medisnya aku kurang begitu paham, silakan cari info lebih detilnya di internet. tapi sebagai contoh, aku sendiri mempunyai kemampuan bahasa yang rendah. otakku cenderung merespon angka lebih baik daripada kalimat. aku sering gagal paham dan kemampuan bahasa tambahanku sangat-sangat terbatas. baca aku tak paham bahasa.

sebaliknya, ada individu yang sangat mahir berbahasa tapi kemampuan kinerja otak yang lainnya agak kurang. bagaimana jika individu ini yang bisa naik jabatan hanya karena kemampuan bahasanya yang sangat tinggi padahal kinerjanya kurang cakap? kembali lagi ke paragraf di atas, dimana seharusnya karyawan ideal adalah mereka yang memiliki keduanya.

mungkin akan lebih baik lagi jika setiap kemampuan berbahasa setiap karyawan diberikan bobot penilaian sebagai bahan pertimbangan untuk kenaikan jabatan, sesuai dengan bidang kerja masing-masing. dan perlu diingat kemampuan berbahasa asing hanya satu dari sekian jenis penilaian kinerja karyawan secara keseluruhan. mereka yang kerjanya tidak terlalu membutuhkan kemampuan berbahasa inggris, penilaian bahasanya diberikan bobot yang lebih kecil daripada mereka yang memang diharuskan untuk berdialog dengan bahasa asing dalam tugasnya sehari-hari. dengan demikian, tidak ada hambatan bagi mereka yang perlu naik jabatan meski kemampuan bahasanya tidak sehebat karyawan yang lain karena memang kemampuan itu tidak diperlukan.

sekarang membahas soal target toefl #600 yang menuai kecaman itu. aku pribadi setuju dengan target itu. namanya target, harus setinggi-tingginya, bukan? ingat ungkapan gantungkan cita-citamu setinggi langit, bukan cuma setinggi pohon kelapa? gapailah impianmu setinggi-tingginya, dll. mungkin juga karena aku memang seorang pemimpi, sehingga target pak menteri itu aku amini tanpa banyak cing-cong. aku sudah berkutat dengan bidang pekerjaanku selama hampir 10 tahun lebih, menggeluti dunia kualitas dan 6-sigma yang membuatku terlatih dan terbiasa dengan target tinggi.

sedikit cerita mengenai dunia kerjaku, tak mudah untuk mencapai target produksi dengan kegagalan 5% dan produk bagus 95%, tapi target kualitas yang harus dicapai dalam lingkup 6 sigma adalah tingkat kegagalan 3.4 ppm (parts per million) atau 4 produk gagal dalam 1 juta produksi atau sekitar 0.00034% saja. terlalu muluk? tentu saja! itu gunanya target. mencapai yang tidak mungkin. push to the limit. apakah tadinya ide itu diragukan? pastinya! apakah ada yang benar-benar berhasil mencapai target 6 sigma ini? tentu saja (silakan google). banyak cerita sukses perusahaan-perusahaan yang berhasil mencapai target yang tadinya diyakini terlalu muluk ini.

kembali ke target toefl #600 pak menteri. seberapa fasihkan seseorang yang berkemampuan setara toefl #600 itu? coba perhatikan tabel di bawah ini (sumber):


pencapaian toefl tertinggi adalah #677. jadi memang angka #600 itu cukup berat bagi mereka yang bahasa inggris bukanlah merupakan bahasa keseharian, bahkan jarang sekali dipakai. kalau hanya menguasai kemampuan baca dan tulis serta grammar, mungkin sulit untuk mencapai tingkat kefasihan #600 ini. rata-rata universitas di eropa untuk bidang ilmu yang tidak spesifik, bisa menerima calon mahasiswa dengan kemampuan bahasa inggris di toefl #500-#550. bidang ilmu khusus seperti kedokteran syaratnya lebih tinggi di atas #600.

orang bule-pun belum tentu bisa mencapai skor tertinggi, coba pikir seberapa baguskah tata bahasa indonesia kita sendiri? seorang temanku berkebangsaan jerman yang bahasa inggrisnya menurutku sangat-sangat fasihpun, ternyata ielts-nya hanya #8. aku sendiri dengan kemampuan bahasa inggris yang pas-pasan waktu itu sekitar tahun 2004 nekat mengikuti tes ielts resmi tapi hanya mencapai skor 6 atau setara toefl #547, padahal syarat yang diperlukan minimal adalah ielts #6.5 atau setara toefl #550 untuk melamar beasiswa. sialnya, untuk menaikkan skor jika sudah melampaui batas toefl #500 ke atas, justru tidak mudah.

jika tingkat kefasihan bahasa sudah mencapai level tertentu, kurva untuk memperbaiki skor menjadi landai dan hanya bisa naik perlahan-lahan dalam jangka waktu yang semakin lama. untungnya di tes kedua, skorku naik menjadi 6.5 yang memungkinkan aku untuk berkompetisi mendapatkan beasiswa yang kuimpikan. sejak itu, pastinya kefasihanku bertambah baik karena kini aku tinggal di negeri pangeran charles dan berbahasa inggris sehari-hari di  kantor dan di rumah. tapi aku belum pernah ikut tes lagi, dan mungkin akupun saat ini belum juga mencapai toefl #600 atau setara ielts #7.5 - #8 yang ditargetkan pak menteri untuk para karyawannya. hmm... jadi penasaran untuk mencoba tes lagi...

lalu, apakah target toefl #600 bagi pns depdag ini terlalu muluk? tentu saja! namanya juga target, memang harus muluk, terkadang bisa dikatakan konyol dan ambisius. apakah memungkinkan untuk dicapai? bisa saja! dengan perencanaan yang baik dan matang, dan usaha yang kontinyu terus menerus tanpa henti, dan disiplin yang tinggi. tentunya target tak harus dicapai dalam sekejap, selalu dibutuhkan waktu yang lama.

proses ke arah pencapaian target itulah yang lebih penting. proses pembelajaran para karyawan yang kurang melek bahasa inggris itu yang lebih penting. peningkatan kemampuan karyawan untuk lebih fasih berbahasa internasional secara perlahan-lahan dan bertahap itu yang lebih penting. yang toeflnya tadinya hanya 100 menjadi 200, yang sudah 200 menjadi 400, yang 400 menjadi 500, yang sudah mahir di tingkat 550 menjadi 600 dan seterusnya dan sebagainya. dalam berproses, manusia belajar. dalam berproses pula manusia berinteraksi untuk saling meningkatkan kemampuan diri masing-masing sesuai bakat dan keunikan alami yang dimilikinya.

soal apakah menghabiskan dana 6 miliar untuk kursus bahasa karyawan menjadi skala prioritas sekarang di antara isu-isu penting lainnya, itu lain perkara dan silakan diperdebatkan tanpa henti. tapi belajar bisa dimulai kapan saja, semakin dini semakin baik. mau mulai kapan lagi, menunggu apa lagi dan sampai kapan harus ditunggu untuk dimulai?

sayangnya memang, pendidikan itu mahal harganya, apa mau dikata...

2 comments:

  1. i don't agree with your table...the score can't be convert as simple as that...everything in the table can't be compared because each of them has different aspect of difficulty from easy, medium, until difficult...IELTS is more difficult than TOEFL...but if we've learned IELTS among others, we can conclude it's the best parameter to measure the english competency so far.

    ReplyDelete
    Replies
    1. it's not my table, i cited from here and those type of conversion is being used worldwide, like it or not :-D (see the link to 'sumber' i provided above the table) and this is the URL http://secure.vec.bc.ca/toefl-equivalency-table.cfm

      Delete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...