Thursday 28 May 2015

selingkuh

ia kembali datang mengusikku lewat mimpi sekali lagi...

kali ini aku serasa masuk ke dalam labyrin waktu di mana aku sudah berada di masa kini dan tak menolak ketika diundang oleh entah siapa untuk datang menghadiri sebuah acara reuni.

gambar-gambar latar berkelebat cepat, waktu berputar bagaikan pusaran air yang menghilang ke sebuah palung yang dalam. lalu seolah aku terhempas keluar dari pusaran dan tiba-tiba sudah berada di dalam sebuah taman.

suara gemericik air mengundang rasa ingin tahuku.


rupanya ada sebuah kolam dengan air mengalir jernih di taman itu. telingaku dimanjakan dengan suara burung bersahutan seolah bercengkerama satu dengan lainnya. ranting pohon menari-nari ditiup sepoi angin semilir. indah sekali taman ini, pikirku. entah siapa pemiliknya. memang cocok untuk sebuah pesta kebun. pesta reuni lebih tepatnya.

lamunanku buyar tatkala tamu-tamu lain mulai berdatangan. satu persatu wajah-wajah lama yang pernah kukenal akrab menyapaku. silih berganti. kami bercanda dan tertawa, layaknya teman lama yang lama tak bersua. kami terbahak mentertawakan masa lalu, kenangan-kenangan manis yang terukir penuh nostalgia. waktu berjalan begitu lambat, namun tak juga ada yang istimewa.

sampai pusaran waktu menghempaskanku sekali lagi.


kali ini aku duduk santai di sebuah kursi ayun, di sebuah sudut teras, masih di acara reuni itu. masih bisa kulihat taman dengan gemericik air itu di sudut mataku. namun kali ini di depanku terhampar sebuah tanah lapang berumput hijau terhampar luas dengan sebuah bukit kecil sebagai latarnya.

mungkin aku sudah lelah bercengkerama dengan teman-teman lamaku, jadi aku ingin menyendiri sejenak.

sementara itu para tamu lainnya masih sibuk, beberapa tampak asyik menikmati makanan dan minuman yang tersedia sambil sesekali terdengar tawa mereka. kali ini aku mendengarkan dari kejauhan saja.

tiba-tiba dari pengeras suara yang sedari tadi mengalunkan musik latar yang tak begitu kuperhatikan, kali ini telingaku menangkap sebuah lagu yang sudah tak asing lagi di telingaku. sebuah lagu favoritnya.

"life it seems will fade away, drifting further every day. getting lost within myself, nothing matters, no one else"

begitu asyiknya aku menikmati suasana, aku sampai terlupa kalau reuni ini juga reuninya. kupikir mungkin ia memutuskan untuk tidak datang, jadi aku tak berharap apa-apa. tapi begitu mendengar lagu ini aku merasa yakin kalau ia juga ada di sini. entah di mana, mungkin di antara kerumunan orang-orang yang sibuk bercengkerama di tengah-tengah taman yang indah ini.

ah, mungkin aku salah dan hanya terlalu berharap.

kebetulan saja lagu ini diputar tanpa ada alasan tertentu, bukan karena permintaannya. mungkin ia memang tak datang ke acara ini. kupejamkan mata dan kuayunkan badanku mengikuti irama lagu. aku tenggelam dalam nada.

ketika mataku kubuka, alangkah kagetnya aku.

sosok itu sudah berdiri di sana. di sebelah kursi ayun di mana aku sedang duduk menyendiri. tangannya terulur, senyumnya mengembang. seolah tahu aku sedang memikirkannya.

sekilas aku ragu. hanya kutatap wajahnya menunggu ia meyakinkanku. sebuah anggukan kecil darinya berhasil menggerakkan tanganku untuk menyambut uluran tangannya. ditariknya aku berdiri dari kursi ayun itu.

lalu dengan langkah ringan kami berdua berjalan menuju ke lapangan berumput hijau di mana para tamu masih sibuk bercengkerama. ketika kami melewati mereka, aku menyadari beberapa pasang mata tertuju pada kami berdua. namun alih-alih merasa risih, kami justru seolah meyakinkan mereka kalau kami kini kembali bersama.

seperti dua ekor merpati, seperti dulu lagi.

tangannya menggenggam erat tanganku. diajaknya aku menuju ke bagian belakang lapangan hijau yang cukup luas itu. digandengnya aku menanjaki bukit kecil hingga akhirnya kami sampai di bagian ujung ketika tiba-tiba aku sadar bahwa kami berdua kini berdiri di atas sebuah tembok yang cukup tinggi.

di balik tembok di bawah sana, sebuah jalan raya penuh kendaraan yang berlalu lalang menciutkan nyaliku mengikuti keinginannya untuk turun ke bawah. dengan sigap ia melompat dari atas tembok dan mendarat mulus di jalan. melihat muka pucatku ia tertawa.

"ayo lompat, jangan takut" katanya. aku menggelengkan kepala. "terlalu tinggi", seruku. "aku ga berani". "dasar penakut", gerutunya nakal tapi ia mendekat juga ke tembok itu. "lompatlah, aku akan menangkapmu. kau percaya padaku kan?".

kali ini aku mengangguk.

kuberanikan diri menjatuhkan badanku dari atas tembok tinggi itu dan menghambur ke arahnya. dengan sigap ia meraih badanku dan kini aku mendapati diriku sudah berdiri di pinggir jalan raya di balik bukit bertembok tinggi itu.

"ayo, kita lewat jalan itu" katanya sambil lagi-lagi menarik dan menggandeng tanganku. aku menurut saja.

kami lalu memasuki sebuah lorong yang membawa kami ke sebuah pasar tradisional. begitu banyak manusia berlalu lalang. tak satupun aku mengenal mereka. kami terus masuk lebih ke dalam. sambil berjalan ia menjelaskan kalau kami harus melewati pasar ini untuk sampai ke seberang. entah ada apa di seberang pasar, aku tak tahu. tak penting juga untuk tahu, pikirku. aku hanya percaya padanya.

tiba-tiba kami sampai di sebuah lorong pasar yang gelap. seorang laki-laki berdiri menghalangi langkah kami. "lampu di sebelah sini mati, jangan lewat sini. berbaliklah dan cari jalan lain saja" katanya setengah menghardik.

kami pun menuruti perintahnya tanpa membantah.

spontan kami membalikkan langkah dan berjalan cepat ke arah yang lain, di mana lampu-lampunya masih menyala. namun baru beberapa langkah saja, tiba-tiba satu persatu lampu-lampu itu meredup dan pelan-pelan mati. orang-orang mulai berseru di kegelapan.

aku panik.

pegangan tanganku terlepas dari tangannya. sekejap aku tak tahu harus berbuat apa. segera setelah tersadar bahwa kami tak lagi bersama, aku mulai memanggil-manggil namanya. tak terdengar jawaban. mungkin hiruk pikuk teriakan orang-orang yang mulai panik dalam kegelapan ini menenggelamkan suaraku. mungkin ia memang tak mendengarku.

entah dari mana datangnya, kulihat samar-samar kabut putih mulai turun menyelimuti pasar yang gelap itu. kini aku makin panik. ketika kabut itu sampai ke arahku dan mulai menyelimuti tubuhku, aku menggigil dan terbangun.

***

kudapati selimutku jatuh ke lantai kamar tidurku. samar-samar dari tirai jendela terlihat secercah cahaya pertanda hari sudah beranjak pagi. ternyata aku hanya mimpi.


No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...