Friday 22 November 2013

sok suci

satu lagi tulisan bertema korupsi... belum bosan tapi kan pemirsa? #hehe

pengin nulis postingan ini tadinya gara-gara keinget pernah baca status teman di fesbuk yang lumayan panjang ngebahas soal tragedy of the commons. makin banyak yah sekarang status fesbuk yang isinya artikel panjang dan bukannya ngejawab pertanyaan si fesbuk, 'kita lagi mikirin apaan' haha....*ya boleh aja toh, emang kenapa* ga tau sih entah tulisan itu hasil karya sendiri atau kopas, yang pasti isinya lumayan menarik yaitu mengaitkan teori ekonomi yang sangat populer di atas dengan budaya korupsi di negeri kita tercinta. jadi tergelitik juga aku pengin nulis versiku sendiri.


sebetulnya teori 'tragedy...' ini (aku singkat saja jadi teori totc yah, biar ga perlu ngetik panjang-panjang hehe), pernah aku pelajari dulu sewaktu masih berstatus mahasiswa di jurusan teknik lingkungan, duluuuu banget. dasar pemikiran teori ini sebenarnya sih mengenai pemakaian sumber daya alam dari sudut pandang ilmu ekonomi dan ga ada hubungannya langsung dengan soal korupsi. tapi setelah baca status temanku di fesbuk tadi yang mengaitkannya dengan urusan korupsi, aku jadi kepengin ngebahas topik favoritku ini, sekali lagi.

korupsi....

adalah sebuah tindakan curang dengan cara mengambil (baca: mencuri) hak milik atau jatah orang lain yang bukan menjadi haknya, adalah sebuah tindakan yang tidak terpuji, tidak bermoral, tidak beretika, yang dikecam di belahan dunia manapun, tetapi tetap tumbuh subur di mana-mana, terutama di negara yang penegakan hukumnya masih terbilang cukup lemah, termasuk di indonesia. ini karanganku sendiri lho ya, bukan definisi resmi, jadi tolong yah para mahasiswa/i yang lagi bikin tesis jangan maen kopas aja! #ctarrrr

khusus di indonesia yang aku tahu, si pelaku yang menjalankan tindakan ini biasanya adem ayem santai-santai saja karena rata-rata pelaksanaannya dilakukan bareng-bareng, sama-sama, rame-rame, dan berjamaah. kalau ga ketangkep satu semua aman, kalau ketangkep satu yang lain ngumpet berlagak alim dan pura-pura bego, sementara yang ketangkep biasanya dikorbankan jadi sesajen buat KPK, seperti contohnya nasib bapak migas yang berkacamata itu kali yeee. atau baru-baru ini yang lagi anget-angetnya si bapak penegak hukum yang malah mempercundangi (boso opo toh iki...#vicky) hukum sendiri #uhuk

susah memang....

meski tahun berganti tahun, presiden berganti presiden, setahun sekali ratusan kloter jamaah haji rame-rame berangkat ke tanah suci (sebagian tentunya pake duit korupsi dooonk - langsung nuduh aja siapa takut kan kenyataannya memang demikian, dengan dasar fakta bahwa hampir semua koruptor yang ketangkep dan agamanya islam pasti sudah pernah naik haji, ya kan ya kan hehe); tetap saja berita koruptor yang tertangkap masih menjadi sajian utama media masa kita sehari-hari.

jika satu orang koruptor yang ketangkep dan diinvestigasi bisa mengisi sajian berita selama kurang lebih 1 bulan dan sesudah itu terlupakan untuk diekspos, atau tertimbun berita baru lagi yang lebih menghebohkan, dalam setahun rata-rata sebetulnya cuma ada 12 nama lho pemirsa. sedikit sekali jumlah itu jika dibandingkan dengan jumlah koruptor sebenarnya yang hidup menggurita di bumi indonesia yang belum ketahuan, belum terlacak, belum terendus dan belum ketiban sial nasibnya! kalau istilah mereka yang pada ketangkep sih, lagi kena musibah sajaaaaaaaa... #musibah pale lu peang? ujian dari yang maha kuasaaaa #langsung pake kerudung / peci

lalu apa hubungannya korupsi dengan teori totc di atas tadi?

selamat bagi yang udah ngeklik wiki dan baca artikelnya yang cukup panjang dan bikin pusing itu. yang belum atau malas baca versi inggrisnya, rangkuman singkatnya gini: teori totc adalah teori ekonomi yang berpijak pada pembahasan mengenai pemakaian, eksploitasi, serta berkurangnya cadangan sumber daya alam oleh manusia; entah itu sumber daya yang berupa flora, fauna, atau bidang kehidupan hasil olah pikir manusia seperti ekonomi, politik, sosiologi, pajak dan lain sebagainya termasuk di dalamnya membahas juga pola perilaku manusia terhadap sumber daya alam tersebut. kira-kira demikian. kalau salah-salah dikit ya harap maklum karena aku bukan ahli ekonomi, hihihi...

pas kuliah dulu sih dikasih contohnya peternakan sapi. kira-kira si pak profesor ngejelasinnya gini. di antara para peternak yang mempunyai sapi, mereka akan menggunakan lahan bersama-sama dengan peternak lainnya yang mempunyai sapi juga untuk miara sapinya yang perlu tempat untuk merumput. jika satu peternak yang memakai lahan tersebut ingin menambah jumlah sapinya, maka peternak lain akan iri dan ingin juga menambah jumlah sapinya. pemikiran mereka, kalau peternak A yang itu boleh miara 20 ekor sapi misalnya, kenapa peternak B cuma miara 15 ekor? akhirnya si B yang tadinya punya 15 ekor nambah jadi 25 ekor.

melihat hal tersebut, si peternak A dengan 20 ekor sapi jadi iri, karena lahan yang dipakai bersama sekarang berisi 45 ekor sapi tapi ia hanya memiliki yang 20 ekor saja. akhirnya si peternak A nambah sapinya jadi 28 ekor, demikian seterusnya. walhasil lahan berumput (sebagai contoh sebuah sumber daya alam) yang dipakai bareng-bareng menjadi semakin terbebani dengan terus bertambahnya jumlah sapi, karena masing-masing peternak ingin mengambil keuntungan dari lahan tersebut lebih besar dari peternak yang lain, saling iri, saling berlomba-lomba menguntungkan diri sendiri sebanyak mungkin dan tentu saja ini tidak ada batasannya, karena sifat tamak manusia. ketamakan inilah yang bisa dianalogikan dengan kasus korupsi, dengan mengganti sumber daya alam dengan "uang". kira-kira gitu deh kayaknya, kalau ga ngantuk waktu itu ngikutin kuliahnya ya...

kalau dijelasinnya pake bahasa otakkukusut, mungkin teori itu artinya gini...

sesuatu yang dinikmati rame-rame pasti lambat laun bakalan habis, hancur bahkan punah. tapi meski kita semua paham dan tahu akan konsekuensi itu, tetep saja kita embat juga sebanyak-banyaknya kalau perlu rebutan saling sikut satu sama lain, selama itu menguntungkan kepentingan individu atau kepentingan kita pribadi, karena "takut ga kebagian" adalah sifat alami manusia hehehe....*makanya disebutnya tragedi, gitu kali ya*. sayangnya aku bukan pakar ilmu beginian jadi pemahamanku ya cuma sedangkal itu.

jika sumber daya alam yang dimaksud dikaitkan dengan uang, dana, fulus, budget, anggaran, atau finansial, maka manusia-manusia yang memanfaatkannya dengan jalan yang salah (baca: mencuri) dan menikmati proses pencurian itu rame-rame serta cenderung tidak pernah merasa puas dengan jatah mereka masing-masing dan pengin nambah lagi, lagi dan lagi karena rebutan takut ga kebagian, bisa disebut sebagai pelaku korupsi.

setiap yang satu melihat yang lain mempunyai lebih (atau nyikat lebih banyak), maka yang satu lagi akan merasa iri, lalu merasa kurang dan ingin memiliki lebih banyak lagi. penyakit greed atau tamak inilah yang susah dihilangkan atau dikendalikan di indonesia karena penegakan hukum untuk para 'pencuri' sumber daya ini masih sangat lemah kalau tidak mau dibilang impoten. akibatnya tindakan ngembat rame-rame ini membudaya dan menjadi hal umum serta lumrah adanya, tanpa pandang bulu. entah pejabat entah bukan. entah politisi entah bukan. entah yang sudah kaya, atau yang masih miskin. semua ketakutan ga kebagian.

mereka yang miskin korupsi karena merasa sengsara dengan jatah resmi yang kurang mencukupi, yang kelas menengah korupsi karena pengin lebih kaya lagi dan silau dengan dunia kemewahan yang ingin mereka raih, dan yang sudah kaya masih tetep korupsi karena sudah lepas kontrol tidak tahu batasan sejauh mana uang yang harus dipunyai mampu mencukupi kebutuhan mereka hingga meski sudah cukup rasanya masih kuraaaaaaang terus!

lhoh, koq jadi nuduh sih semua orang (di indonesia) itu (pasti) koruptor?

bukan nuduh, cuma mencurigai saja koq... #hihi samimawon! faktanya, korupsi di semua tingkatan memang sudah membudaya di indonesia. kusebut budaya karena memang sudah menjadi kebiasaan sehari-hari, jadi si pelaku sudah tidak bisa membedakan perbuatan itu salah atau benar. mereka juga melakukannya tanpa rasa sungkan, risih, atau malu lagi. demikian akutnya, hingga kadang-kadang bisa saja definisi salah-benar sudah kabur maknanya dan ga jelas lagi.

yang makin memperparah berkembangsuburnya budaya ini tentu karena semua pihak yang bertindak sebagai pelaku sama-sama diuntungkan, sementara pihak yang dirugikan secara langsung sebenarnya ga ada!

kok gitu?

kalau bilang yang dirugikan adalah negara, memang paling tepat. tapi sayangnya negara tidak berwujud manusia, jadi meski dirugikan tidak akan pernah teriak. di sinilah sialnya, mengapa korupsi sulit diberantas. sebab yang rugi adalah rakyat banyak. rakyat banyak yang mana ya ga jelas juga, karena rakyat bukan korban langsung. dan di antara para rakyat itu tentu saja juga termasuk para pelaku korupsi itu sendiri. jadi bagaimana pelaku bisa termasuk menjadi korban? malah mbulet ya?! mbuh ah...

coba mari kita runutkan. negara memperoleh sebagian besar pendapatan tahunannya dari pajak. uang pajak yang seharusnya digunakan sepenuhnya untuk pelaksanaan jalannya roda pemerintahan sehari-hari, untuk belanja negara, untuk pembangunan dan untuk hal-hal lain yang harusnya ditujukan untuk kesejahteraan rakyat banyak, pemakaiannya tidak pernah optimal karena sebagian masih masuk ke kantong-kantong para koruptor. yang paling jelas apa lagi kalau bukan mark-up anggaran. proyek senilai 1 milyar, dibilangnya 3 milyar. dana untuk pembangunan daerah senilai 10 milyar, ditulisnya butuh 15 milyar, gitu-gitu dehhhh, pan lumayan tuh selisihnya buat bagi-bagi kue, biar gendut!

jika mark-up anggaran ini terjadi di semua lini birokrasi, dari bawah sampai atas, dampak jangka panjangnya ya berimbas pada ketidakadilan bagi seluruh rakyat indonesia, dan kegagalan total pencapaian cita-cita sila kelima dari pancasila!

sayangnya hal ini susah dirasakan, karena hampir ga kelihatan dan ga bisa terukur. semisal dalam sebuah kasus sogok menyogok atau suap menyuap (yang lagi rame masih suap sapi yah :-p), si pemberi sogokan urusannya lancar jaya, si penerima bahagia karena semakin tebal dompetnya. sama-sama hepi kan? yang dirugikan secara langsung siapa, ga ada kan? kalau dibilang negara dirugikan, toh negaranya diem-diem saja, ga nangis atau protes, hehe.

karena begitu uang sogokan beralih kepemilikan dan kedua pihak berjabat tangan setelah sepakat melakukan tindakan korupsi, maka keseluruhan sistem sudah dikadali, dan hukum sudah dipantati. jika si penegak hukum gerah sedikit, dikipasi duit langsung adem lagi, akibatnya penegakan hukum untuk pelaku korupsi memang benar-benar mlempem seperti kerupuk disiram air, langsung hilang kriuknya!

pihak pemberi dan penerima bisa dengan entengnya lenggang kangkung tanpa merasa perbuatan mereka termasuk hina dan dosa. itu cuma satu skenario dari ribuan skenario lain contoh tindakan korupsi yang sudah membudaya. semua dilakukan seolah tindakan itu normal dan benar adanya.

korupsi dengan segala bentuknya bisa berupa terima amplop, memberi amplop, uang terima kasih, uang pelancar, uang pelicin, sogokan, uang bawah tangan, komisi tidak resmi, komisi-komisian, salam tempel, gaji plus plus dan masih banyak nama lainnya. yang pasti setiap pembayaran yang terjadi di luar sistem yang resmi, tidak dikenai pajak sesuai aturan yang benar, tidak terdeteksi radar, adalah tindak kecurangan terhadap sistem. meski jumlahnya kecil sekalipun, tetap saja itu namanya tindakan korupsi.

coba sekarang periksa sumber penghasilan kalian masing-masing. darimana uang pendapatan kalian peroleh tiap bulan? cuma dari gaji resmi ya? kita senasib donk :-p

adakah uang tambahan? komisi? sumbangan? uang terima kasih? uang bonus? salam tempel? uang lain-lain yang ga jelas asal-usulnya tapi kalian enak saja menikmatinya? siapa sih yang ga doyan duit? kalau ada yang demikian, kalian koruptor donk :-p

ga usah nunggu jadi pejabat, selama sistem di sekeliling kita korup, mau ga mau kita semua berpotensi terseret baik sengaja maupun tidak sengaja, baik langsung maupun tidak langsung, sebagai pelaku sosial tindakan korupsi. pelaku bisnis seringkali juga terjebak dan mau tak mau masuk ke sistem korup karena kalau ga demikian bisnisnya ga jalan. dan kalau kita mogok melawan sistem yang korup, maka kehidupan kita tidak akan berfungsi.

contoh lagi, kali ini kisah nyata. waktu dulu aku bikin paspor karena urusan mendadak, pengurusannya sempat makan waktu lama dan bertele-tele. jeleknya urusan birokrasi itu, kalau bisa dipersulit kenapa dipermudah?! kalau bisa dilama-lamain, kenapa tepat waktu?! ya toh? ya toh? semprul sih memang! begitu ada yang butuh selesai tepat waktu (bukan lebih cepat lho ya), kan jadi bisa dipalakin, dimintai uang pelicin. segala pelayanan birokrasi yang normalnya bisa selesai 3 hari misalnya, sengaja dipersulit hingga butuh 6 hari atau lebih. sebenarnya bisa saja selesai tepat waktu tapi kan jadi ga bisa malak, dasar preman!

meski berseragam atau berdasi, tapi dasarnya mental preman, ya tetep preman. kalau mau urusan (cepat) selesai, cepek dulu donkkkkk.... #kata pak ogah

dengan mentalitas begini, keterlambatan pengerjaan tugas sebelumnya jadi menghambat pelaksanaan tugas berikutnya. akibatnya semua jadi melambat dan molor. dan budaya begini sudah terjadi berpuluh-puluh tahun di tubuh birokrasi kita. sudah akut! stadium lanjut! tinggal nunggu ko'it!

dibenahi dan diobati pakai obat paling kuat sekalipun ga bisa langsung sembuh. bisanya mungkin pelan-pelan, atau nunggu sampai semua generasi korup ini mati semua, baru deh birokrasi dan sistem kehidupan bisa sehat lagi. yang pada hidup di jaman sekarang jangan harap deh indonesia bisa bebas korupsi, karena itu ga mungkin. butuh tiga generasi lagi mungkin indonesia baru bisa agak sehat! ini ramalanku doank sih. ga percaya juga ga papa :-p

kenapa sih orang korupsi? apa sih yang mendorong orang melakukannya?

nurutku sih, karena sifat tamak manusia. kembali ke teori totc di atas, yang mana sumber daya selalu akan diperebutkan berame-rame sampe abis atau musnah, yang juga bisa dianalogikan dengan tindakan korupsi. rasa iri, tak kenal kata puas, tak kenal kata cukup, meski tahu tindakannya itu secara etika dan moral salah, tapi karena yang satu melakukan, yang lain jadi ikut-ikutan mengambil. kalau yang satu dapet lebih, lainnya ingin memperoleh bagian yang sama atau lebih besar lagi. dan ketika satu orang terlihat mempunyai lebih banyak lagi, yang lain berebut ingin lebih banyak lagi dan lagi dan lagi, dan seterusnya. non-stop...

demikian rantai setan itu berulang dan sulit atau bahkan tak bisa diputus. begitu banyaknya pelaku pengeroyokan sumber daya ini, akibatnya penegak hukum menjadi kewalahan. dan karena penegak hukumnya juga manusia yang kebanyakan ikut terseret rantai setan ini juga, urusan penegakan hukum jadi tumpul, bahkan bisa lumpuh total!

polisinya doyan duit, jaksanya doyan duit, pengacaranya doyan duit, hakimnya doyan duit, saksinya doyan duit, ujung-ujungnya koruptor lenggang kangkung!

semakin merajalela-lah tikus-tikus korup ini berebut sumber daya dari segala sumber yang ada. yang paling gampang sih, dari uang rakyat atau uang pajak (yang sialnya, tidak seperti sumber daya alam yang tidak terbaharui seperti dalam teori totc, uang pajak tiap tahun masuk terus). selain itu juga karena pengawasan pemakaian uang pajak bisa dibilang sangat lemah. dari yang makai, yang maling sembunyi-sembunyi, yang nyomot terang-terangan, yang nggerogoti pelan-pelan, termasuk yang ngawasi, yang ng-audit, yang meriksa juga dapet jatah semua. tahu sama tahu lah, jadi diem-dieman saja, sama-sama jadi kaya kan sama-sama enak, hahaha.

toh yang rugi (cuma) rakyat, toh mereka ga protes, toh mereka ga tau, toh mereka ga merasakan kerugiannya secara langsung, toh rakyatnya kita-kita juga!

dan ketika seorang jokowi dan seorang ahok ingin mengembalikan sistem ke fungsi awalnya dengan idealisme anti-korupsinya, maka hampir semua fungsi di semua jajaran terkejut seperti kena serangan jantung. ingat kan di awal-awal mereka menjabat, banyak video diunggah ke youtube mengenai rapat dengan departemen terkait membahas anggaran, yang ujung-ujungnya semua kena semprot koh ahok karena banyak duit yang ga jelas pemakaiannya, tapi masuk ke anggaran juga, yang mana kita semua tahu itu duit mah ujung-ujungnya bakal masuk ke kantong-kantong pribadi sebagai gaji plus-plus.

lucunya, memang sudah seperti itu bertahun-tahun, sudah mendarah daging, susah berakar tunjang. jadi ketika pakdhe jokowi dan koh ahok berniat membabat habis akar-akar korupsi ini, paniklah semua pihak yang selama ini berleha-leha menikmati uang haram (tapi menganggapnya halal) ini. sederhana saja, kalau setiap bulan mereka terima gaji plus plus dan bergaya hidup plus-plus, lalu ketika plus-plusnya tiba-tiba ga ada lagi, mana bisa mereka hidup dengan gaji resmi saja, bisa kelaparan anak-bininya ga bisa shopping ke singapura lagi, kesian kan hehehe.

jadi mereka yang terbiasa bekerja di tengah-tengah sistem yang sudah terlalu lama korup, mereka yang sudah terlalu lama terlena dan buta dengan mana sistem yang benar dan mana yang salah, tiba-tiba dihadapkan oleh pilihan yang sulit. karena kenikmatan yang dulu dirasakan rame-rame meski membuat sistem berkebangsaan menjadi rusak parah dan sumber daya finansial menipis dan tak tersalurkan sesuai hak yang semestinya menerimanya, tiba-tiba hilang begitu saja ketika kebenaran ditegakkan. nangis bombay deh semua...

contoh lain teori totc, adalah masalah pedagang kaki lima yang belakangan beritanya juga santer karena penggusuran di tanah abang. duluuuu banget, kenapa para pedagang ini sampai bisa tumpah ruah di sana dan menjadi tidak tertib? karena satu memulai, yang lain iri dan ikut-ikutan, meski tahu berdagang di jalanan itu melanggar peraturan, tapi yang sudah duluan kok ga dihukum, jadi yang lain iri donk, mau meraup uang dari jualan juga di pinggir jalan karena pembeli lebih banyak. ketika hukum mencoba ditegakkan, uang mulai berbicara. sogok sana sogok sini, preman keamanan mulai bermunculan, yang ga bayar diancam ga dapat tempat jualan. si penegak hukumnya? diem saja donk, kan sudah dapat jatah bulanan juga, hihihi...

apakah para penjual ini tahu tindakannya salah? tentu saja tahu, tapi kan yang lain boleh salah, jadi semua boleh donk rame-rame berjamaah melanggar hukum. toh semua sama-sama untung :-)

mau contoh lagi? kunjungan kerja DPR :-)

para pejabat yang mulia ini, selalu membuat berita dengan kunjungan kerjanya keluar negeri yang tentu menghabiskan dana uang negara yang kadang sampai milyaran. koq bisa? padahal tiket ekonomi pp cuma 10 jutaan ke eropa, hotel bintang 3 paling sejutaan per malam. kenapa bisa milyaran anggarannya? bisa donk, kan maunya terbang kelas bisnis minimal, atau first class kalau bisa, mana mau pake kelas embek campur sama embek. hotel bintang 3? cuih, bintang 5 donk yang mahal, meski kelakuannya dilaporkan media atau kalau pas kepergok sama mahasiswa yang lagi belajar di luar, banyak juga yang masih ndeso, ga pantes dapet fasilitas kelas atas wong seringkali (katanya) masih urakan gitu, hihi. dan yang paling bikin anggaran bengkak, karena teori totc juga berlaku di sini.

anggota dewan yang satu berangkat, yang lain dan belum pernah menikmati keindahan dan asiknya jalan-jalan kunjungan kerja kan jadi iri donkkkk, mau juga ikutan. akibatnya tadinya kunjungan kerja yang mungkin bisa ditangani oleh 2-3 orang saja sudah cukup, yang berangkat jadi serombongan 10-15 orang gituh. semua juga tahu hal itu tidak benar dan hanya menghamburkan uang rakyat saja, tapi sebodo teuing donk, yang satu bisa menikmati koq, yang lain mau juga lahhhhh... ancur-ancur deh anggaran, egepe, hehehe. karena kebanyakan orang dengan tugas yang kadang ga jelas, ya ujung-ujungnya lebih banyak kongkow dan jalan-jalan belanja-belanji seperti yang sudah sering diberitakan itu :-)

banyak lagi contoh teori totc yang lucunya malah bisa diaplikasikan di segala bidang kehidupan manusia, dan bukan hanya terhadap sumber daya alam saja seperti ketika awalnya teori ini dirumuskan dari sudut pandang ilmu ekonomi.

lalu bagaimana nasib mereka-mereka (segelintir manusia) yang tegas-tegas menolak untuk bergabung dengan tindakan berjamaah tadi? kelompok ini mereka sering sebut sebagai kelompok "sok suci". beranggapan bahwa mereka yang berani berkata tidak, sebagai orang yang justru sok-sokan merasa suci dan tidak mau berbuat haram, yang tentu jelas-jelas menjungkirbalikkan hakikat kebenaran. yang mau ikutan korupsi dianggap teman, yang menolak bergabung dianggap pengkhianat :-D

faktanya, mereka-mereka yang idealis tentu akan merasa merana dan tersiksa hidup di tengah-tengah sistem yang sudah terlanjur rusak parah dengan begitu banyaknya kebocoran dan kebobrokan di semua lini. tapi ya apa mau dikata. ikut bergabung dan sama-sama menjadi kaya raya meski dengan cara mencuri, atau menolak tapi tetap miskin dan dikucilkan, ga punya teman. hiks...

yang bergabung tentu merasa aman karena temannya banyak, tambah makmur, hidup menjadi nikmat. soal salah benar, haram halal, sudah begitu kabur. kalau mayoritas melakukan, meski salah menjadi terasa benar, meski haram menjadi terasa halal, apalagi kalau tiap tahun dibumbui dengan rajin berangkat ke tanah suci serombongan, makin cihui kan? kan? kan? lagipula tuhan maha pengampun. tahun ini korupsi, minta ampun, tahun depan korupsi, minta ampun lagi donk :-)

toh yang dirugikan 'cuma' rakyat, yang tak lain ya mereka juga. dan mereka ga berasa 'rugi' tuh. rakyat lain yang menderita dan miskin papa akibat ulah para koruptor yang merajalela dan mengambil yang bukan haknya? oh, ada yang miskin yah? ya maap, ga tau rasanya miskin sih, sudah lupa. yang masih miskin mungkin sudah nasib hidup mereka saja yah, sampai suatu hari bisa ikutan gabung menikmati uang korupsi, membabi buta balas dendam pengin kaya, dan lalu masuk golongan pelaku juga. demikian seterusnya. #kipas-kipas dolar

masih adakah kelompok sok suci di indonesia? tentu masih, cuma mungkin jumlahnya sedikit sekali, dan jarang. selain pakdhe jokowi dan koh ahok, pak polisi hoegeng, siapa lagi yah? yang pasti ga begitu banyak profil orang terkenal yang menjunjung tinggi anti-korupsi dan terang-terangan melawannya dan mempraktekkannya! bukan cuma koar-koar anti, eh di belakang ikutan ngembat juga kayak yang mau digantung di monas itu tuh dulu siapa yah #nomention #halah

mereka yang biasa-biasa saja, adem ayem, kalem diem-diem, kalau bukan karena takut bersuara dan takut dianggap sok-suci, juga mungkin karena memang menikmati uang plus-plus juga tiap bulan #uhuk

yang koar-koar anti tapi ujung-ujungnya ketangkep kpk karena korupsi juga ada, banyak malah. mereka ini mungkin termasuk kelompok yang sudah kabur dalam melihat batas mana salah mana benar, jadi mereka pikir tadinya tindakan mereka itu benar dan halal, tapi ternyata salah dan haram. kesian deh lo...

yang sudah tahu korupsi itu salah tapi tetap melakukan dan sembunyi juga banyak. yang belum ketangkep sih masih deg-degan yah, yang sudah ketangkep pasti merasa sial saja. tapi duit masih banyak koq buat bayar pengacara handal, sogok hakim lemah iman, sogok polisi lemah iman, sogok sipir penjara yang miskin dan butuh duit, dan sogok kiri-kanan supaya meski di penjara hidup tetep nyaman adanya sebisa mungkin. keluar penjara tinggal gali harta yang diumpetin dan ga ketahuan disita, jadi bisa leha-leha masa pensiun nanti. cihuiiii :-p

poin terakhir adalah pertanyaan ke diri kita sendiri...

kalau kita tahu dan sadar bahwa uang plus-plus itu haram adanya, kenapa harus kita terima? kuatkah kita menolak? mampukah kita berkata tidak? meski nyatanya kita (masih merasa) miskin dan butuh duit, meski nyatanya semua orang pengin kaya, meski nyatanya godaan duniawi demikian kuatnya #hihi. dengan menolak, tentu konsekuensinya kita akan dianggap sok suci oleh mereka-mereka yang berada di kelompok seberang. tapi sekali lagi, beranikah kita teguh mempertahankan prinsip kebenaran meski bakal dianggap sok suci? berani? berani? berani?

tanyalah pada dirimu sendiri :-)

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...