Thursday 19 August 2010

aku tak paham bahasa

lho?! bukannya tiap hari kita berkomunikasi dengan berbicara? betul. tapi aku tetap tak paham bahasa.

sewaktu SMA, semua siswa pernah diwajibkan ikut tes IQ (intelligence quotient) oleh sekolah. hasil tesku tidak terlalu buruk, tapi tidak juga jenius, karena angka totalnya memang angka rata-rata. ada banyak aspek dari pertumbuhan otak kita yang diuji dengan pertanyaan-pertanyaan tertentu yang harus kita jawab. respon kita akan menggambarkan di mana kelemahan dan kekuatan intelejensia kita.

aku tahu hasil itu akan terus berubah seiring kita beranjak dewasa dan akhirnya menua, tapi sejak itulah pemahamanku akan diriku sendiri, menjadi sedikit lebih baik. karena dari hasil tes itulah baru aku mengerti kalau aku tak paham bahasa.

otakku selalu mengalami kesulitan untuk memahami kalimat-kalimat panjang dan akhirnya tersesat dalam rimba pemahaman, ujung-ujungnya ya...kurang paham. di dalam tes itu, disebutnya dengan istilah 'common understanding'. skor itu paling rendah diantara skor-skor lainnya. tapi tak apa.

sedang sisi otakku yang lainnya ternyata unggul di bidang angka, yang istilahnya disebut 'numeric'. skorku mendekati batas jenius, hanya butuh 2 angka lagi, bisa dikategorikan ke level tertinggi itu. hal ini sedikit menghiburku, dan sejak itu akupun selalu memilih mata pelajaran dan jurusan yang berhubungan dengan angka. karena aku tahu aku sangat mahir di situ. aku hindari hal-hal yang berbau kata-kata karena aku takkan paham untuk mempelajarinya dan takkan pernah dapat memperoleh nilai tertinggi di kelas seperti seharusnya.

source

dari hasil tes itu pula, aku menjadi lebih mengerti dan memaklumi diriku sendiri mengapa sejak SMP aku selalu memperoleh nilai rendah setiap ulangan bahasa inggris. bahkan ulangan pertamaku nilainya adalah terendah di kelas, padahal aku selalu menduduki ranking 1 sampai 3 di mata pelajaran lainnya. sayangnya aku tak pernah bisa mengerti waktu itu dan hanya bisa merasa frustasi, tapi sejak tes IQ itu, aku menjadi tahu. aku tak paham bahasa.

bagiku, bagi otakku, semua hal akan lebih mudah kupahami jika berupa angka, gambar, grafik atau statistik. tak perlu kata-kata, bikin pusing saja. tapi aku juga sadar, dunia tak hanya bisa berupa angka, jadi mau tak mau aku harus bisa melawan ketidakmampuanku dalam memahami bahasa. aku tak bisa terus menghindar. aku harus menghadapinya.

terlahir sebagai 'wong jowo' dan bersekolah di jawa tengah, semua SD selalu ada pelajaran bahasa daerah termasuk huruf jawa. lucunya, aku pernah menjuarai lomba menulis dan membaca huruf jawa ditingkat kecamatan dan kabupaten. koq bisa? katanya tak paham bahasa?

tunggu dulu, jangan lupa, huruf jawa itu berupa simbol-simbol dan gambar-gambar. dan otakku ternyata suka. lha apakah a,b,c,d nya bahasa indonesia juga bukan 'gambar'? iya benar...tapi karena dulu lombanya hanya menekankan pada 'seni menulis', yang mungkin lebih mirip melukis ha na ca ra ka itu, dan mungkin tulisankulah yang paling rapi dan paling 'nyeni' di antara peserta lainnya, makanya aku menang.

bagaimana dengan membacanya? koq bisa menang juga? perlu diingat pula, membaca dan memahami isi bacaan itu beda. aku bisa membaca dengan lancar huruf jawa, tapi tak perlu paham isinya bukan? judul lombanya saja membaca dan menulis huruf jawa. akur? akur!

sama halnya dengan belajar membaca dan menulis alquran. terlahir dalam keluarga muslim, sejak kecil akupun diwajibkan untuk mengaji. aku bisa membaca dan menulis huruf arab, tak jauh beda dan selancar kemahiranku dengan huruf jawa. huruf-huruf arabpun berupa simbol dan gambar. pemahamannya? itu lain cerita.

lalu bagaimana dengan bahasa indonesia? aku ingat pernah pula menang lomba mengarang di tingkat kabupaten sewaktu duduk di bangku SMP. temanya adalah penghijauan. lho?! koq menang lagi? aku sendiri tak mengerti. guru bahasaku pada waktu itu memintaku untuk membuat karangan sebagus-bagusnya mengenai penghijauan, untuk dikirimkan ke panitia lomba dan dinilai. aku tak bisa menolak. jadi pilihanku satu-satunya ya mulai menulis.

ha!!! menulis....tentunya beda dengan memahami bahasa. kali ini aku menang mungkin karena hasil tulisanku memang lebih bagus dibanding peserta yang lain. isi tulisan yang berbobot bisa jadi karena luasnya pengetahuanku pada waktu itu mengenai tema karangan. tapi jika diharuskan untuk memahami sebuah bacaan dalam bahasa Indonesia, otakku pasti takkan bekerja sesigap jika aku menulis.


beranjak dewasa, aku tantang otakku untuk mempelajari beberapa bahasa lainnya. korea dan jepang kurasa sangat mudah kupelajari dengan simbol-simbolnya. aku dengan cepat dan sigap bisa menulis dan membaca hanggul dan hiragana. sayangnya aku harus keluar kursus jepang saat kelasku mulai belajar katakana dan kanji, karena harus terbang ke benua biru, eropa. tak apa, masih banyak waktu tuk mengulanginya lagi nanti.

sewaktu kuliah S2 di budapest hungaria, aku belajar bahasa mereka. hanya untuk sekedar bersapa dan berbaur dengan orang pribuminya. akupun menyukai bahasanya dan mulai bisa menyusun satu dua kalimat sederhana. tapi setahun tentunya tak cukup lama untuk bisa berkomunikasi dan berkata-kata dengan lancar. karena aku harus pindah ke inggris untuk meneruskan program S2-ku, di negeri asing yang tak pernah kuimpikan, tapi ternyata sekarang aku hidup, bernafkah dan menetap di tanahnya. takdir telah berbicara.

di sini, bahasa inggris yang pernah menjadi momok sejak SMP dulu, aku harus memakainya setiap hari, setiap saat, mungkin sampai aku lanjut usia. apakah otakku sekarang mau berkompromi? tentu saja tidak. semakin aku berusaha, semakin aku tak paham bahasa. lha, lalu bagaimana?

bersambung...

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...